Setiap perusahaan ingin dapat memaksimalkan nilai
perusahaannya. Nilai suatu perusahaan tercermin dari return saham atau harga sahamnya. Pasar modal merupakan tempat
dimana berbagai instrumen keuangan diperjualbelikan, salah satunya saham.
Berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995, pasar modal diartikan
sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek,
perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga
dan profesi yang berkaitan dengan efek. Instrumen keuangan yang diperdagangkan
dalam pasar modal antara lain ada saham, obligasi atau surat utang, reksadana,
dan berbagai produk derivatif seperti opsi saham, futures, warrant, dan
lain-lain.Nilai perusahaan berhubungan langsung dengan kinerja yang dihasilkan.
Perusahaan yang memiliki kinerja yang baik, maka akan meningkatkan nilai
perusahaan di mata investor, demikian pula sebaliknya. Kinerja perusahaan
seringkali diukur dengan hanya memfokuskan pada salah satu ukuran perhitungan
dari akuntansi tradisional seperti laba akuntansi, pertumbuhan pendapatan, dan
rasio tingkat pengembalian investasi. Pengukuran secara tradisional ini
dianggap berisiko karena jika perusahaan hanya berfokus pada pertumbuhan
pendapatan atau laba yang besar saja tanpa memperhatikan tingkat pengembalian
yang lebih tinggi dari biaya modal yang digunakan, justru akan menghancurkan
nilai perusahaan.
Dari pemahaman penulis, terdapat 4 (empat) kerangka kerja
utama dalam manajemen berbasis nilai (Value
Based Management) yang dapat digunakan yaitu Economic Value Added (EVA),
Cash Value Added (CVA), Cash Flow Return on Investments (CFROI), dan
Shareholder Value Analysis (SVA). Perusahaan yang ingin menggunakannya, bisa
memilih salah satu dari kerangka kerja tersebut yang nantinya dijadikan sebagai
struktur ekonomi dalam perusahaan dimasa mendatang. Apapun pilihannya, pad
akhirnya akan berdampak pada langsung pada manajemen sumber dayanya, pilihan
strategi, dan bagaimana cara pandang para investor, analis, media dan lainnya.
Dari keempat framework tersebut, EVA
dan CVA adalah metode yang umumnya sering digunakan dibanding dengan dua
lainnya. Hanya EVA yang akan dibahas pada artikel ini secara sepintas saja dan
dari sudut pandang yang sederhana.
Apa yang biasa kita gunakan untuk menunjang
profitabilitas perusahaan dan pembentukan nilai tidak konsisten dengan
mekanisme yang ada di pasar modal dan pertimbangan penetapan nilai pasar.
Itulah alasan mengapa munculnya Manajemen Berbasis Nilai (VBM). VBM adalah hal
penting yang seharusnya diterapkan oleh akuntan dan diperuntukkan bagi
manajemen keuangan internal, untuk mengerti dan mengatur bagaimana usaha yang
seharusnya berjalan dengan baik. Akuntan tetap akan terbiasa untuk
mengkalkulasi segala macam perhitungan dan mengawasi keadaan perusahaan melalui
sisi yang lumrah digunakan. Dari sisi manajemen, controllers, engineers,
dan pihak-pihak lainnya seharusnya tidak menggunakan sistem akuntansi secara
sederhana atau mendasar saja, karena tidak akan ada peningkatan dari kualitas
mereka sendiri.Yang pertama adalah EVA, pertama kali dikembangkan oleh Stewart
& Stern seorang analis keuangan dari perusahaan Stern Stewart & Co pada
tahun 1993. EVA adalah nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari
kegiatan atau strateginya selama periode tertentu. Konsep EVA mencoba
menggabungkan antara ukuran tradisional dengan konsep biaya modal. Selain itu,
EVA dapat memberikan sistem pengukuran yang baik untuk menilai suatu kinerja
dan prestasi keuangan manajemen perusahaan karena EVA berhubungan langsung
dengan nilai pasar sebuah perusahaan. Pengukuran kinerja dan prestasi dengan
menggunakan EVA timbul akibat antisipasi kelemahan pengukuran kinerja akuntami
tradisional. Pengukuran kinerja dengan EVA tenls menjadi perdebatan. Seperti
penelitian yang dilakukan oleh Dodd danChen (1996) menunjukkan bahwa EVA hanya
mampu menunjukkan hubungan dengan stock
return sebesar 20,2%. Sementara itu, Makeleainen (1998) menunjukkan bahwa
semakin besar EVA yang diharapkan dari suatu perusahaan,maka akan semakin besar
nilai pasarnya. karena itu juga akan meningkatkan harga saham. Secara khusus
jika pertumbuhan profitabilitas riil perusahaan bertumbuh,yakni pertumbuhan
dari EVA, maka akan meningkatkan harga saham perusahaan.
Konsep EVA memiliki prinsip bahwa keberhasilan manajemen
diukur berdasarkan nilai tambah ekonomis yang diciptakan selama periode
tertentu. Dengan identifikasi aktivitas value
added dan non value added, maka
manajemen berupaya menambah aktivitas yang value added dan
mengurangi/menghilangkan aktivitas nonvalue
added (Utomo, 1999). Menurut O'Byme dan Young (2001), EVA merupakan laba operasi perusahaan setelah
pajak (net operating profit after tax)
dikurangi biaya modal (cost of capital).
Biaya modal sama dengan modal yang diinvestasikan perusahaan dikalikan
rata-rata tertimbang (weighted average) dari biaya modal (W ACC). Sementara
itu, W ACC merupakan jumlah biaya darisetiap komponen modal, utang jangka
pendek, utang jangka panjang, dan ekuitas pemegang saham ditimbang berdasarkan
proporsi relatifnya dalam struktur modal perusahaan pada nilai pasar. Penghtungan
EVA dalam berbagai kondisi seringkali digunakan formula yang berteda-beda
disebabkan adanya penyesuaianpenyesuaian yang dilakukan oleh pengukur. Oleh karena
itu, beberapa perusahaan mempunyai versi yang berbeda dalam menghitung EVA
dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian
seperti penyesuaian yang dilakukan oleh Dodd dan Chen (2001) yaitu dengan
menambahkan nilai Capital dan NOPAT dengan kenaikan deferred tax reserve, LIFO reserve,
amortisasi goodwill, unsual loss
(gain), dan bad debt reserve.
Penyesuaian tersebut dilakukan agar memberikan nilai EVA yang dapat mencerminkan
economic profit yang diciptakan perusahaan dan memperbaiki distorsi yang timbul
baik karena kecenderungan manajer merekayasa laporan keuangan maupun karena
masih banyaknya kekurangan General
Accepted Accounting Principles.
Widayanti seperti dikutip oleh Mulia (2002) menyatakan
beberapa tahapan untuk perhitungan EVA, yaitu :
1.
Menghitung
ongkos modal hutang
2.
Menghitung
ongkos modal saham
3.
Menghitung
struktur permodalan berdasarkan neraca
4.
Menghitung
ongkos modal tertimbang
5.
Menghitung
EVA
Lalu, bagaimanakah jika EVA diposisikan bersama dengan Return Saham? Apakah akan berpengaruh? Terdapat
beberapa penelitian empiris yang menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda
mengenai pengaruh EVA terhadap stock
return. Lehn dan Makhija (1996) membuktikan pengaruh positif antara stock
return dengan EVA dan MVAtetapi pengaruh tersebut rendah dan sedikit melebihi
daripada ukuran kinerja tradisional seperti ROA, ROE, dan ROS. O'Byrne (1996) juga
menemukan bahwa EVA mampu menjelaskan 31 % dari nilai pasar, sedangkan
perubahan EVA (EVA,-EVAt-1) menjelaskan sebesar 55% dari perubahan nilai
pasar. Penelitian Dodd dan Chen (1996) menguji hubungan antara nilai saham
dengan berbagai macam ukuran profitabilitas menghasilkn kesimpulan bahwa ROA
menghasilkan penjelasan yang paling baik dengan R2 sebesar 24,5%, EVA sebesar
20,2%, residual income sebesar 19,4%,
EPS dan ROE sebesar 5-7%. Biddle, Bowen dan Wallace (1998) menemukan bahwa EVA
memiliki hubungan yang lebih besar dengan penilaian saham dan nilai pasar
daripada accrual earnings. Tetapi sebaliknya earnings memiliki hubungan yang kuat dengan stock returns dan nilai pasar daripada EVA, residual income, dan arus kas operasi. Sebaliknya, Griffit (2006)
yang meneliti hubungan antara EVA dengan kinerja saham (stock performance) menemukan
bahwa EVA, MVA, dan FGR merupakan alat yang buruk dalam penilaian kinerja
saham. Ia mengatakan bahwa IRR return on
gross investment merupakan ukuran kinerja ekonomis perusahaan yang lebih
akurat daripada EVA. Medeiros (2005) menemukan bahwa stock returns dipengaruhi
oleh perilaku EVA periode sebelumnya, oleh karena itu mengapa beberapa
penelitian sebelumnya menemukan bahwa terdapat hubunganyang lemah atau tidak
ada hubungannya antara stock return dan EVA. EVA mempengaruhistock return
tetapi hubungan ini tidak secara langsung. Secaraspesifik penelitiannya
menemukan bahwa stock returns secara signifikan dipengaruhi oleh perubahan EVA
dengan ukuran satu tahun.
Adapun Ronny Irawan (2010) menambahkan melalui hasil
penelitiannya, bahwa tidak ditemukannya bukti bahwa perhitungan EVA saat tahun
berjalan mempengaruhi return saham
pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode 2002
hingga 2007. Jadi, EVA mempengaruhi return
saham namun tidak secara langsung terjadi. Secara spesifik hasil penelitian
menemukan bahwa perubahan return
saham secara signifikan dipengaruhi oleh perubahan EVA dengan ukuran satu
tahun.Hasil dari nilai adjusted R square yang kecil (rata-rata di bawah 1%)
menunjukkan bahwa EVA merupakan faktor yang buruk sebagai alat untuk menilai
kinerja perusahaan (Griffit, 2006). EVA seharusnya tidak digunakan sebagai predictor
untuk menilai kinerja perusahaan, tetapi dapat digunakan dalam sistem
kompensasi untuk memimpin karyawan dari atasan sampai bawahan,
untukmemaksimalkan kekayaaan pemegang saham. Ada beberapa hal yang menyebabkan
EVA tidak berpengaruh terhadap harga saham, pertama nilai EVAnegatif yang
disebabkan banyaknya perusahaan yang mengalami perolehan laba yang minimum
sedangkan mereka memiliki beban bunga dan beban ekuitas yang besar. Kedua,
sulitnya mendapatkan nilai EVA. Ketidaktersediaan nilai EVA di dalam laporan
tahunan maupun laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan yang go public menyebabkan investor kesulitan
untuk mendapatkan nilai EVA. Perhitungan yang cukup rumit dan memakan waktu
menyebabkan menunda proses pengambilan keputusan oleh investor, sehingga
investor tidak menggunakan EVA dalam pengambilan keputusan investasinya.
Abdullah Al Mamun & Shazali Abu (2012) berpendapat
bahwa EVA diadopsi oleh ilmu perekonomian yang maju sebagai alat pengukuran
kinerja keuangan dan strategi keuangan, yang akan membantu EVA menjadi alat
pengukur kinerja keuangan yang penting diantara alat ukur lainnya di seluruh
dunia. Bahkan menurut Sharma & Kumar (2010), EVA berhasil menarik perhatian
perusahaan-perusahaan besar karena kemampuan EVA untuk menjadi metode yang
paling sering diterapkan dan akan menjadi sangat menarik untuk inovasi sistem
penilaian kinerja suatu perusahaan. Selain tujuan penelitian untuk menemukan
hubungan antara lingkungan perusahaan di Malaysia denganreturn saham, namun juga memberikan pandangan lebih bagi
perusahaan-perusahaan dan bagi orang banyak yang mungkin akan tertarik untuk
menerapkan EVA pada organisasi atau perusahaannya.
Dari artikel ini dapat disimpulkan bahwa sebelumnya EVA
pada tahun berjalan tidak akan berpengaruh terhadap return saham tahun berjalan, lalu EVA tahun sebelumnya juga tidak
mempengaruhi return saham tahun
berjalan. Jika menurut Griffit (2006) berpendapat bahwa EVA merupakan alat yang
buruk untuk penilaian kinerja saham. Disisi lain, Fredrik Weissenrieder (1998)
melakukan sebuah penelitian untuk membandingkan apakah sebaiknya perusahaan
menerapkan EVA atau kah CAV? Dari hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa
EVA dan CAV sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan, semua dikembalikan
lagi kepada pihak manajemen. Dari segi informasi apa saja yang akan dibutuhkan
oleh perusahaan untuk menetapkan sebuah keputusan dan melakukan perbaikan atas
kinerja perusahaan terdahulu. Akan lebih baik jika memulai suatu perusahaan
sebelum memulai usaha nya dengan menetapkan bagaimana kerangka kerja keuangan
yang akan digunakan nantinya. Bukan hanya perbaikan untuk hari ini melainkan
berjangka panjang bagi perusahaan.
Daftar Pustaka
Napitupulu,
Edriaty N., 2012, ‘Hubungan Price
Earnings Ratio (PER) Dan Cash Value
Added (CVA) Terhadap Return Saham
(Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2008-2009)’, Skripsi, Universitas
Indonesia
Weissenrieder,
Fredrik, 1998, ‘Value Based Management : Economic Value Added or Cash Value
Added?’, Gothenburg University
Erasmus,
Pierre, 2008, ‘Value Based Financial Performance Measures: An Evaluation Of
Relative And Incremental Information Content’, Corporate Ownership & Control, Vol.6, Issue.1, University of
Stellenbosch
Erasmus,
Petrus Daniel, 2008, ‘Evaluating Value Based Financial Performance Measures’,Dissertation, University of Stellenbosch
Venanzi, 2012,
‘Chapter 2: Competing Financial Performance Measures’, The Author(s)
Bukvič, Vladimir,
2014, ‘Value Based Management With A Practical Example’, Gea College Faculty of
Entrepreneurship Ljubijana Slovenia
Abdullah Al
Mamun, Shazali A. M., 2012, ‘EVA as Superior Performance Measurement Tool’, Modern Economy, Hal.310-318, University
Malaysia Sarawak
Tamar G.,
Ketevan M, 2014, ‘The Choice Of Financial Performance Measures As One Of The
Most Critical Challenges Facing Corporation’, European Scientific Journal, Grigol Robakidze University
Irawan, Ronny,
2010, ‘Pengaruh Economic Value Added Terhadap Return Saham Pada Perusahaan
Manfaktur Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia’, Jurnal Akuntansi Kontemporer, Vol.2, No.1, Universitas Katolik
Widya Mandala Surabaya
M.Rajesh,
Ramana R., Narayana R., 2012, ‘An Empirical Study On EVA And MVA Approach’, International Journal of Marketing,
Financial Services & Management Research, Vol.1, No.3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar