Selasa, 28 April 2015

Mengulik Secara Singkat Metode Penilaian Kinerja dan Pengaruhnya Terhadap Saham



Setiap perusahaan ingin dapat memaksimalkan nilai perusahaannya. Nilai suatu perusahaan tercermin dari return saham atau harga sahamnya. Pasar modal merupakan tempat dimana berbagai instrumen keuangan diperjualbelikan, salah satunya saham. Berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995, pasar modal diartikan sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Instrumen keuangan yang diperdagangkan dalam pasar modal antara lain ada saham, obligasi atau surat utang, reksadana, dan berbagai produk derivatif seperti opsi saham, futures, warrant, dan lain-lain.Nilai perusahaan berhubungan langsung dengan kinerja yang dihasilkan. Perusahaan yang memiliki kinerja yang baik, maka akan meningkatkan nilai perusahaan di mata investor, demikian pula sebaliknya. Kinerja perusahaan seringkali diukur dengan hanya memfokuskan pada salah satu ukuran perhitungan dari akuntansi tradisional seperti laba akuntansi, pertumbuhan pendapatan, dan rasio tingkat pengembalian investasi. Pengukuran secara tradisional ini dianggap berisiko karena jika perusahaan hanya berfokus pada pertumbuhan pendapatan atau laba yang besar saja tanpa memperhatikan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari biaya modal yang digunakan, justru akan menghancurkan nilai perusahaan.
Dari pemahaman penulis, terdapat 4 (empat) kerangka kerja utama dalam manajemen berbasis nilai (Value Based Management) yang dapat digunakan yaitu Economic Value Added (EVA), Cash Value Added (CVA), Cash Flow Return on Investments (CFROI), dan Shareholder Value Analysis (SVA). Perusahaan yang ingin menggunakannya, bisa memilih salah satu dari kerangka kerja tersebut yang nantinya dijadikan sebagai struktur ekonomi dalam perusahaan dimasa mendatang. Apapun pilihannya, pad akhirnya akan berdampak pada langsung pada manajemen sumber dayanya, pilihan strategi, dan bagaimana cara pandang para investor, analis, media dan lainnya. Dari keempat framework tersebut, EVA dan CVA adalah metode yang umumnya sering digunakan dibanding dengan dua lainnya. Hanya EVA yang akan dibahas pada artikel ini secara sepintas saja dan dari sudut pandang yang sederhana.
Apa yang biasa kita gunakan untuk menunjang profitabilitas perusahaan dan pembentukan nilai tidak konsisten dengan mekanisme yang ada di pasar modal dan pertimbangan penetapan nilai pasar. Itulah alasan mengapa munculnya Manajemen Berbasis Nilai (VBM). VBM adalah hal penting yang seharusnya diterapkan oleh akuntan dan diperuntukkan bagi manajemen keuangan internal, untuk mengerti dan mengatur bagaimana usaha yang seharusnya berjalan dengan baik. Akuntan tetap akan terbiasa untuk mengkalkulasi segala macam perhitungan dan mengawasi keadaan perusahaan melalui sisi yang lumrah digunakan. Dari sisi manajemen, controllers, engineers, dan pihak-pihak lainnya seharusnya tidak menggunakan sistem akuntansi secara sederhana atau mendasar saja, karena tidak akan ada peningkatan dari kualitas mereka sendiri.Yang pertama adalah EVA, pertama kali dikembangkan oleh Stewart & Stern seorang analis keuangan dari perusahaan Stern Stewart & Co pada tahun 1993. EVA adalah nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari kegiatan atau strateginya selama periode tertentu. Konsep EVA mencoba menggabungkan antara ukuran tradisional dengan konsep biaya modal. Selain itu, EVA dapat memberikan sistem pengukuran yang baik untuk menilai suatu kinerja dan prestasi keuangan manajemen perusahaan karena EVA berhubungan langsung dengan nilai pasar sebuah perusahaan. Pengukuran kinerja dan prestasi dengan menggunakan EVA timbul akibat antisipasi kelemahan pengukuran kinerja akuntami tradisional. Pengukuran kinerja dengan EVA tenls menjadi perdebatan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Dodd danChen (1996) menunjukkan bahwa EVA hanya mampu menunjukkan hubungan dengan stock return sebesar 20,2%. Sementara itu, Makeleainen (1998) menunjukkan bahwa semakin besar EVA yang diharapkan dari suatu perusahaan,maka akan semakin besar nilai pasarnya. karena itu juga akan meningkatkan harga saham. Secara khusus jika pertumbuhan profitabilitas riil perusahaan bertumbuh,yakni pertumbuhan dari EVA, maka akan meningkatkan harga saham perusahaan.
Konsep EVA memiliki prinsip bahwa keberhasilan manajemen diukur berdasarkan nilai tambah ekonomis yang diciptakan selama periode tertentu. Dengan identifikasi aktivitas value added dan non value added, maka manajemen berupaya menambah aktivitas yang value added dan mengurangi/menghilangkan aktivitas nonvalue added (Utomo, 1999). Menurut O'Byme dan Young (2001),  EVA merupakan laba operasi perusahaan setelah pajak (net operating profit after tax) dikurangi biaya modal (cost of capital). Biaya modal sama dengan modal yang diinvestasikan perusahaan dikalikan rata-rata tertimbang (weighted average) dari biaya modal (W ACC). Sementara itu, W ACC merupakan jumlah biaya darisetiap komponen modal, utang jangka pendek, utang jangka panjang, dan ekuitas pemegang saham ditimbang berdasarkan proporsi relatifnya dalam struktur modal perusahaan pada nilai pasar. Penghtungan EVA dalam berbagai kondisi seringkali digunakan formula yang berteda-beda disebabkan adanya penyesuaian­penyesuaian yang dilakukan oleh pengukur. Oleh karena itu, beberapa perusahaan mempunyai versi yang berbeda dalam menghitung EVA dengan melakukan  penyesuaian-penyesuaian seperti penyesuaian yang dilakukan oleh Dodd dan Chen (2001) yaitu dengan menambahkan nilai Capital dan NOPAT dengan kenaikan deferred tax reserve, LIFO reserve, amortisasi goodwill, unsual loss (gain), dan bad debt reserve. Penyesuaian tersebut dilakukan agar memberikan nilai EVA yang dapat mencerminkan economic profit yang diciptakan perusahaan dan memperbaiki distorsi yang timbul baik karena kecenderungan manajer merekayasa laporan keuangan maupun karena masih banyaknya kekurangan General Accepted Accounting Principles.
Widayanti seperti dikutip oleh Mulia (2002) menyatakan beberapa tahapan untuk perhitungan EVA, yaitu :
1.      Menghitung ongkos modal hutang
2.      Menghitung ongkos modal saham
3.      Menghitung struktur permodalan berdasarkan neraca
4.      Menghitung ongkos modal tertimbang
5.      Menghitung EVA
Lalu, bagaimanakah jika EVA diposisikan bersama dengan Return Saham? Apakah akan berpengaruh? Terdapat beberapa penelitian empiris yang menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda mengenai pengaruh EVA terhadap stock return. Lehn dan Makhija (1996) membuktikan pengaruh positif antara stock return dengan EVA dan MVAtetapi pengaruh tersebut rendah dan sedikit melebihi daripada ukuran kinerja tradisional seperti ROA, ROE, dan ROS. O'Byrne (1996) juga menemukan bahwa EVA mampu menjelaskan 31 % dari nilai pasar, sedangkan perubahan EVA (EVA,-EVAt-1) menjelaskan sebesar 55% dari perubahan nilai pasar. Penelitian Dodd dan Chen (1996) menguji hubungan antara nilai saham dengan berbagai macam ukuran profitabilitas menghasilkn kesimpulan bahwa ROA menghasilkan penjelasan yang paling baik dengan R2 sebesar 24,5%, EVA sebesar 20,2%,  residual income sebesar 19,4%, EPS dan ROE sebesar 5-7%. Biddle, Bowen dan Wallace (1998) menemukan bahwa EVA memiliki hubungan yang lebih besar dengan penilaian saham dan nilai pasar daripada  accrual earnings. Tetapi sebaliknya earnings memiliki hubungan yang kuat dengan stock returns dan nilai pasar daripada EVA, residual income, dan arus kas operasi. Sebaliknya, Griffit (2006) yang meneliti hubungan antara EVA dengan kinerja saham (stock performance) menemukan bahwa EVA, MVA, dan FGR merupakan alat yang buruk dalam penilaian kinerja saham. Ia mengatakan bahwa IRR return on gross investment merupakan ukuran kinerja ekonomis perusahaan yang lebih akurat daripada EVA. Medeiros (2005) menemukan bahwa stock returns dipengaruhi oleh perilaku EVA periode sebelumnya, oleh karena itu mengapa beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa terdapat hubunganyang lemah atau tidak ada hubungannya antara stock return dan EVA. EVA mempengaruhistock return tetapi hubungan ini tidak secara langsung. Secaraspesifik penelitiannya menemukan bahwa stock returns secara signifikan dipengaruhi oleh perubahan EVA dengan ukuran satu tahun.
Adapun Ronny Irawan (2010) menambahkan melalui hasil penelitiannya, bahwa tidak ditemukannya bukti bahwa perhitungan EVA saat tahun berjalan mempengaruhi return saham pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode 2002 hingga 2007. Jadi, EVA mempengaruhi return saham namun tidak secara langsung terjadi. Secara spesifik hasil penelitian menemukan bahwa perubahan return saham secara signifikan dipengaruhi oleh perubahan EVA dengan ukuran satu tahun.Hasil dari nilai adjusted R square yang kecil (rata-rata di bawah 1%) menunjukkan bahwa EVA merupakan faktor yang buruk sebagai alat untuk menilai kinerja perusahaan (Griffit, 2006). EVA seharusnya tidak digunakan sebagai predictor untuk menilai kinerja perusahaan, tetapi dapat digunakan dalam sistem kompensasi untuk memimpin karyawan dari atasan sampai bawahan, untukmemaksimalkan kekayaaan pemegang saham. Ada beberapa hal yang menyebabkan EVA tidak berpengaruh terhadap harga saham, pertama nilai EVAnegatif yang disebabkan banyaknya perusahaan yang mengalami perolehan laba yang minimum sedangkan mereka memiliki beban bunga dan beban ekuitas yang besar. Kedua, sulitnya mendapatkan nilai EVA. Ketidaktersediaan nilai EVA di dalam laporan tahunan maupun laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan yang go public menyebabkan investor kesulitan untuk mendapatkan nilai EVA. Perhitungan yang cukup rumit dan memakan waktu menyebabkan menunda proses pengambilan keputusan oleh investor, sehingga investor tidak menggunakan EVA dalam pengambilan keputusan investasinya.
Abdullah Al Mamun & Shazali Abu (2012) berpendapat bahwa EVA diadopsi oleh ilmu perekonomian yang maju sebagai alat pengukuran kinerja keuangan dan strategi keuangan, yang akan membantu EVA menjadi alat pengukur kinerja keuangan yang penting diantara alat ukur lainnya di seluruh dunia. Bahkan menurut Sharma & Kumar (2010), EVA berhasil menarik perhatian perusahaan-perusahaan besar karena kemampuan EVA untuk menjadi metode yang paling sering diterapkan dan akan menjadi sangat menarik untuk inovasi sistem penilaian kinerja suatu perusahaan. Selain tujuan penelitian untuk menemukan hubungan antara lingkungan perusahaan di Malaysia denganreturn saham, namun juga memberikan pandangan lebih bagi perusahaan-perusahaan dan bagi orang banyak yang mungkin akan tertarik untuk menerapkan EVA pada organisasi atau perusahaannya.
Dari artikel ini dapat disimpulkan bahwa sebelumnya EVA pada tahun berjalan tidak akan berpengaruh terhadap return saham tahun berjalan, lalu EVA tahun sebelumnya juga tidak mempengaruhi return saham tahun berjalan. Jika menurut Griffit (2006) berpendapat bahwa EVA merupakan alat yang buruk untuk penilaian kinerja saham. Disisi lain, Fredrik Weissenrieder (1998) melakukan sebuah penelitian untuk membandingkan apakah sebaiknya perusahaan menerapkan EVA atau kah CAV? Dari hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa EVA dan CAV sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan, semua dikembalikan lagi kepada pihak manajemen. Dari segi informasi apa saja yang akan dibutuhkan oleh perusahaan untuk menetapkan sebuah keputusan dan melakukan perbaikan atas kinerja perusahaan terdahulu. Akan lebih baik jika memulai suatu perusahaan sebelum memulai usaha nya dengan menetapkan bagaimana kerangka kerja keuangan yang akan digunakan nantinya. Bukan hanya perbaikan untuk hari ini melainkan berjangka panjang bagi perusahaan.





Daftar Pustaka
Napitupulu, Edriaty N., 2012, ‘Hubungan Price Earnings Ratio (PER) Dan Cash Value Added (CVA) Terhadap Return Saham (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2009)’, Skripsi, Universitas Indonesia
Weissenrieder, Fredrik, 1998, ‘Value Based Management : Economic Value Added or Cash Value Added?’, Gothenburg University
Erasmus, Pierre, 2008, ‘Value Based Financial Performance Measures: An Evaluation Of Relative And Incremental Information Content’, Corporate Ownership & Control, Vol.6, Issue.1, University of Stellenbosch
Erasmus, Petrus Daniel, 2008, ‘Evaluating Value Based Financial Performance Measures’,Dissertation, University of Stellenbosch
Venanzi, 2012, ‘Chapter 2: Competing Financial Performance Measures’, The Author(s)
Bukvič, Vladimir, 2014, ‘Value Based Management With A Practical Example’, Gea College Faculty of Entrepreneurship Ljubijana Slovenia
Abdullah Al Mamun, Shazali A. M., 2012, ‘EVA as Superior Performance Measurement Tool’, Modern Economy, Hal.310-318, University Malaysia Sarawak
Tamar G., Ketevan M, 2014, ‘The Choice Of Financial Performance Measures As One Of The Most Critical Challenges Facing Corporation’, European Scientific Journal, Grigol Robakidze University
Irawan, Ronny, 2010, ‘Pengaruh Economic Value Added Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manfaktur Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia’, Jurnal Akuntansi Kontemporer, Vol.2, No.1, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
M.Rajesh, Ramana R., Narayana R., 2012, ‘An Empirical Study On EVA And MVA Approach’, International Journal of Marketing, Financial Services & Management Research, Vol.1, No.3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar