Selasa, 28 April 2015

Pemaparan Singkat Mengenai Intellectual Capital



Globalisasi memberi perubahan pada seluruh aspek kehidupan, dalam bidangilmu pengetahuan dan teknologi, gaya hidup, sistem pertukaran informasi, danperubahan dunia usaha di Indonesia. Berkembangnya dunia usahamemberi konsekuensikepada persaingan yang semakin kompetitif, dan perubahan carapandang pelaku usaha.Perubahan juga terjadipada parameterpenilaian terhadap perusahaan.Keterbatasan dalam menjelaskan nilai perusahaan, mengakibatkan informasi laporan keuangan seringkali dianggap kurang memadai sebagai pelaporan kinerja keuangan. Dengan katalain, informasi akuntansi tidak dapat digunakan dalam pembuatan keputusan investasi dan kredit.Seharusnya ada informasi lain yang perlu disampaikan kepada para pengguna laporan keuangansehingga dapat menjelaskan nilai lebih yang dimiliki perusahaan.Agar  terus  bertahan,  perusahaan-perusahaan tersebut harus dengan cepat mengubah strateginya dari bisnis yang didasarkan pada tenaga kerja (labor-based business) menuju knowledge based business (bisnis berdasarkan pengetahuan), sehingga karakteristik utama perusahaannya menjadi perusahaan berbasis ilmu pengetahuan. Perkembangan ekonomi baru dikendalikan oleh informasi dan  pengetahuan,  hal  ini membawa sebuah  peningkatan perhatian intellectual  capital sebagai alat untuk menentukan nilai perusahaan (Stewart, 1997; Hong, 2007), sehingga penelitian tentang intellectual capital menjadi sebuah tantangan yang patut dikembangkan.
Namun sebelumnya apakah yang dimaksud dengan Intellectual Capital? Menurut Nahapiet dan Ghosal (1998), IC mengacu pada pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh suatu kolektivitas sosial, seperti sebuah organisasi, komunitas intelektual, atau praktek profesional.IC terdiri tiga elemen dasar, mereka adalah modal manusia, modal struktural,dan modal pelanggan. ada kenyataannya, ini adalah kekuatan nyata perusahaan dalam memproduksi, mengembangkan, dan membawa perusahaan ke masa depan. Sebenarnya masih banyak definisi dari modal intelektual menurut pakar dan kalangan bisnis, namun secara umum jika diambil suatu benang merah dari berbagai definisi intellectual capitalyang ada, maka intellectual capital dapat didefinisikan sebagai jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi tersebut yangberkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaanberupa keunggulan bersaing organisasi.Implementasi Intellectual capital merupakan sesuatu yang masih baru, bukan saja diIndonesia tetapi juga dilingkungan bisnis global, hanya beberapa negara maju saja yang telah menerapkan konsep ini, contohnya Australia, Amerika dan Rusia. Pada umumnya kalanganbisnis masih belum menemukan jawaban yang tepat mengenai nilai lebih apa yang dimilikiperusahaan. Nilai lebih ini sendiri dapat berasal dari kemampuan berproduksi suatu perusahaansampai pada loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. Nilai lebih ini dihasilkan oleh IntellectualCapital yang dapat diperoleh dari budaya pengembangan perusahaan maupun kemampuanperusahaan dalam memotivasi karyawannya sehingga produktivitas perusahaan dapatdipertahankan atau bahkan dapat meningkat.
Saat ini, proses pengambilan keputusan di dalam perusahaan tidak cukup hanya didasarkan pada informasi keuangan yang bersifat mandatory saja, informasi yang bersifatvoluntary juga penting untuk dipertimbangkan. Begitu juga tidak hanya tangible asset yangperlu diungkapkan, soft/ intangible asset juga sangat penting untuk dilaporkan olehperusahaan. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuranknowledge asset (aset pengetahuan) tersebut adalah dengan menggunakanIntellectual Capital (Petty dan Guthrie,2000). Pengungkapan informasi mengenai Intellectual Capital (IC) pada annual reportmerupakan salah satu pengungkapan yang bersifat voluntary. Salah satu area yang menarikperhatian akademisi maupun praktisi adalah terkait dengan kegunaan Intellectual Capitalsebagai salah satu alat untuk menentukan nilai perusahaan (Edvinsson dan Malone, 1997dalam Ulum, 2008). Telah banyak peneliti yang membuktikan bahwa Intellectual Capitaladalah salah satu penggerak yang menghasilkan nilai (value) pada perusahaan. Hal inimemberi pandangan baru bahwa IC adalah sumber daya yang penting bagi perusahaan, samahalnya dengan physical capital dan financial capital (Solikhah, 2010). Pengakuan terhadap modal intelektual atau IC merupakan penggerak nilai perusahaan dankeunggulan kompetitif perusahaan makin meningkat, meskipun demikian pengukuran yangtepat atas modal intelektual masih terus dicari dan dikembangkan (Chen et.al, 2005).
Jika dilihat kembali, terdapat tiga elemen pembentuk Intellectual Capital. Yang pertama adalah Human Capital (Modal Manusia), merupakan lifeblood dalam modal intelektual. Disinilah sumber innovation dan improvement berasal, tetapi merupakan komponen yang sulit untuk diukur.Humancapital juga merupakan tempat berasalnya pengetahuan yang sangat berguna,keterampilan, dan kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human capitalmencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaikberdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaantersebut. Human capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuanyang dimiliki oleh karyawannya. Yang kedua adalah Structural Capital atau Organizational Capital (Modal Organisasi), merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam  memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawanuntuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan,misalnya: sistem operasional perusahaan, proses manufakturing, budaya organisasi, filosofimanajemen dan semua bentuk intellectual property yang dimiliki perusahaan.
Seorangindividu dapat memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi jika organisasi memilikisistem dan prosedur yang buruk maka intellectual capital tidak dapat mencapai kinerja secaraoptimal dan potensi yang ada tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. Dalam upayapengukuran elemen ini Edvinsson seperti yang dikutip oleh (Brinker 2000) menyatakan hal-halsebagai berikut:
a.       Value aquired process technologies only when they continue to the value of the firm
b.      Track the age and current vendor support for the company process technology
c.       Measure not only process performance specifications but actual value contribution to corporate productivity
d.      Incorporate an index of process performance ini relation to established process performance goals

Yang ketiga adalah Relational Capital atau Costumer Capital (Modal Pelanggan), merupakan Elemen ini merupakan komponen modal intelektual yang memberikan nilai secara nyata. Relational capital merupakan hubungan yang harmonis/association network yangdimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yangandal dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayananperusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintahmaupun dengan masyarakat sekitar. Relational capital dapat muncul dari berbagai bagiandiluar lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan tersebut.Edvinsson seperti yang dikutip oleh (Brinker 2000) menyarankan pengukuran beberapa halberikut ini yang terdapat dalam modal pelanggan, yaitu:
a.      Customer Profile. Siapa saja pelanggan-pelanggan yang kita miliki dan bagaimana mereka berbeda dari pelanggan yang dimiliki oleh pesaing, kemudian hal potensial apa yang kita miliki untuk meningkatkan loyalitas, mendapatkan pelanggan baru, dan mengambil pelanggan dari pesaing.
b.      Customer Duration. Seberapa sering pelanggan kita berbalik pada kita? Apa yang kita ketahui tentang bagaimana dan kapan pelanggan akan menjadi pelanggan yang loyal? Serta seberapa seringkah frekuensi komunikasi kita dengan pelanggan.
c.       Customer Role. Bagaimana kita mengikutsertakan pelanggan ke dalam desain produk, produksi dan pelayanan.
d.      Customer Support. Program apa yang digunakan untuk mengetahui kepuasan pelanggan.
e.       Customer Success. Berapa besar rata-rata setahun pembelian yang dilakukan oleh pelanggan.
Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) adalah sebuah metode yang dikembangkan oleh Pulic (1998, 1999, 2000), disebutkan bahwa nilai pasar perusahaanterbentuk oleh capital employed dan intellectual capitalyang terdiri dari human capital dan structural capital. Pulic (2000) menyarankan bahwa metode VAIC digunakan untukmemperoleh informasi mengenai value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. Mengukur efisiensi perusahaan dengan tiga tipe input; physical financial capital, human capital, dan structural capital, yang selanjutnya disebut Capital Employed Efficiency (VACA), Human Capital Efficiency (VAHU), dan Structural Capital Efficiency (STVA). Penjumlahan dari ketiga komponen tersebut yang menjadi nilai dari VAIC. Dengan VAIC yang semakin tinggi memerlukan pengelolaan pemanfaatan potensi penciptaan nilai perusahaan yang semakin baik.  Chen et. al (2005) meneliti secara empiris hubungan antara efisiensi value creation dan valuasi nilai pasar dengan kinerja keuangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IC berdampak positif terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan. Sementara biaya iklan berpengaruh signifikan terhadap ROA dan ROE akan tetapi research and development (R&D) berpengaruh signifikan terhadap ROE tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Selanjutnya penelitian Ulum (2008) menunjukkan bahwa IC berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja perusahaan sekarang dan masa depan. Penelitian Dumay dan Tull (2007) menyatakan bahwa pengungkapan dari elemen-elemen IC dalam laporan keuangan pada perusahaan yang sensitif terhadap harga dapat berpengaruh terhadap nilai cummulative abnormal return (CAR) pada harga saham perusahaan, dan pasar lebih merespon pengungkapan elemen-elemen kekayaan internal perusahaan. Pengungkapan biaya R&D dan keputusan investasi pada R&D pada kenyataannya adalah lebih disebabkan karena masalah perbedaan kepemilikan informasi atau adanya asimetrik informasi. Mengungkapkan informasi R&D mungkin akan memberi signal bagi pesaing (Bhattacharya dan Ritter (1983) dalam Dumay dan Tull (2007). Program R&D yang diungkapkan secara detail akan menyebabkan perusahaan mengalami kerugian (competitive disadvantage), akan tetapi adanya pengungkapan program R&D yang dapat meningkatkan kualitas hasil produksi perusahaan atau dengan kata lain dapat meningkatkan profitabilitas jangka panjang perusahan akan dapat membuat investor tidak segera untuk menjual saham secara tergesa untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek dari capital gain saham. Biaya R&D merupakan sumber daya yang unik dan sulit ditiru yang dapat menjadi suatu keunggulan kompetitif. Jika pasar percaya bahwa perusahaan tersebut memiliki program R&D yang unggul, maka persepsi mereka terhadap nilai perusahaan tersebut akan meningkat.
Menurut Warno (2011) dari hasil penelitian menambahkan bahwa modal intelektual yang merupakan intangible assets perusahaan menjadi aset yang sangat  bernilai. Seiring semakin bernilainya modal intelektual sebagai asset perusahaan, memberikantantangan tersendiri bagi para akuntan untuk dapat mengidentifikasikan, mengukur danmengungkapkannya kedalam laporan keuangan perusahaan. Hal ini disebabkan sistem akuntansitradisional yang ada telah gagal mengungkapkan asset ini.Secara umum modal intelektual dibagimenjadi tiga elemen utama, yaitu: human capital yang mencakup pengetahuan dan keterampilanpegawai, structure capital yang mencakup teknologi dan infrastruktur informasi yangmendukungnya, costomer capital dengan membangun hubungan yang baik dengan konsumen.Ketiga elemen ini akan berinteraksi secara dinamis, serta terus menerus dan luas sehingga akanmenghasilkan nilai bagi perusahaan. Dalam hal pengukuran, ada banyak konsep pengukuran modal intelektual yangdikembangkan oleh para peneliti saat ini. Namun secara umum metode yang dikembangkantersebut dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu: pengukuran non monetary (nonfinancial) dan pengukuran monetary (financial). Dari model-model pengukuran yangdikembangkan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga menurut penulisuntuk memilih model mana yang paling tepat untuk digunakan, merupakan tindakan yang tidaktepat, karena pengukuran tersebut hanyalah sebuah alat yang dapat diterapkan pada situasi dankondisi perusahaan dengan spesifikasi tertentu. Sedangkan pelaporan modal intelektualdilakukan dengan cara membuat pengukuran yang tidak bersifat moneter dan melaporkannyasebagai sebuah suplemen dalam laporan tahunan perusahaan. Suplemen tersebut dikenal denganistilah intellectual capital statement.














Daftar Pustaka
Wijayanti, Puput, 2013, ‘Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Harga Saham Melalui Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2009-2011’, Universitas Brawijaya
Gunawan, Cecilya, 2013, ‘Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Traditional Measure Of Corporate Performance dari Badan Usaha Manufaktur Yang Go Public Di BEI Periode 2009-2011’, Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Universitas Surabaya
Hendriani, Susi, 2008, ‘Modal Intelektual (Intellectual Capital) Dan Kepuasan Kerja Karyawan’, Universitas Riau
Mohamad N., Dewantara S.Y., 2012, ‘Analisis Pengaruh Komponen Intellectual Capital Terhadap Kepercayaan Dan Reaksi Investor : Studi Kasus Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia’, Diponegoro Journal of Accounting, Vol.1, No.2, Hal.1-15
Poppy D., Bambang A., Ascaryan R., 2013, ‘The Trend And Variation Of Intellectual Capital Disclosure At Bank Industries In Europe’, Journal of Economics, Business and Accountancy Ventura, Vol.16, No.1
Warno, 2011, ‘Intellectual Capital : Perspektif Pengakuan, Pengukuran Dan Implementasi’, Jurnal STIE Semarang, Vol.3, No.3
Deri P., Putiri B., Shanti K., 2013, ‘Analisa Hubungan Intellectual Capital Terhadap Business Performance pada Industri Manufaktur’, Jurnal Teknik Industri, Vol.1, No.3, Hal.265-271
Ceicilia B., Josepha C. ,2011, ‘Intelecctual Capital dan Ukuran Fundamental Kinerja Keuangan Perusahaan’, JurnalAkuntansi dan Keuangan, Vol.13, No.2
Ulum, Ihyaul, 2008, ‘Intellectual Capital Performance Sektor Perbankan Di Indonesia,’ Universitas Muhammadiyah Malang
Tjiptohadi S., Agustine P., 2003, ‘Intellectual Capital : Perlakuan, Pengukuran, Dan Pelaporan (Sebuah Library Research), Jurnal Ekonomi Akuntansi, Vol.5, No.1, Hal.35-37
Maharani, Gresilia Putri, 2014, ‘Analisis Pengaruh Modal Intellectual Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan BUMN yang Go Public’, Jurnal Ilmu Manajemen, Vol.2, No.1

Mengulik Secara Singkat Metode Penilaian Kinerja dan Pengaruhnya Terhadap Saham



Setiap perusahaan ingin dapat memaksimalkan nilai perusahaannya. Nilai suatu perusahaan tercermin dari return saham atau harga sahamnya. Pasar modal merupakan tempat dimana berbagai instrumen keuangan diperjualbelikan, salah satunya saham. Berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995, pasar modal diartikan sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Instrumen keuangan yang diperdagangkan dalam pasar modal antara lain ada saham, obligasi atau surat utang, reksadana, dan berbagai produk derivatif seperti opsi saham, futures, warrant, dan lain-lain.Nilai perusahaan berhubungan langsung dengan kinerja yang dihasilkan. Perusahaan yang memiliki kinerja yang baik, maka akan meningkatkan nilai perusahaan di mata investor, demikian pula sebaliknya. Kinerja perusahaan seringkali diukur dengan hanya memfokuskan pada salah satu ukuran perhitungan dari akuntansi tradisional seperti laba akuntansi, pertumbuhan pendapatan, dan rasio tingkat pengembalian investasi. Pengukuran secara tradisional ini dianggap berisiko karena jika perusahaan hanya berfokus pada pertumbuhan pendapatan atau laba yang besar saja tanpa memperhatikan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari biaya modal yang digunakan, justru akan menghancurkan nilai perusahaan.
Dari pemahaman penulis, terdapat 4 (empat) kerangka kerja utama dalam manajemen berbasis nilai (Value Based Management) yang dapat digunakan yaitu Economic Value Added (EVA), Cash Value Added (CVA), Cash Flow Return on Investments (CFROI), dan Shareholder Value Analysis (SVA). Perusahaan yang ingin menggunakannya, bisa memilih salah satu dari kerangka kerja tersebut yang nantinya dijadikan sebagai struktur ekonomi dalam perusahaan dimasa mendatang. Apapun pilihannya, pad akhirnya akan berdampak pada langsung pada manajemen sumber dayanya, pilihan strategi, dan bagaimana cara pandang para investor, analis, media dan lainnya. Dari keempat framework tersebut, EVA dan CVA adalah metode yang umumnya sering digunakan dibanding dengan dua lainnya. Hanya EVA yang akan dibahas pada artikel ini secara sepintas saja dan dari sudut pandang yang sederhana.
Apa yang biasa kita gunakan untuk menunjang profitabilitas perusahaan dan pembentukan nilai tidak konsisten dengan mekanisme yang ada di pasar modal dan pertimbangan penetapan nilai pasar. Itulah alasan mengapa munculnya Manajemen Berbasis Nilai (VBM). VBM adalah hal penting yang seharusnya diterapkan oleh akuntan dan diperuntukkan bagi manajemen keuangan internal, untuk mengerti dan mengatur bagaimana usaha yang seharusnya berjalan dengan baik. Akuntan tetap akan terbiasa untuk mengkalkulasi segala macam perhitungan dan mengawasi keadaan perusahaan melalui sisi yang lumrah digunakan. Dari sisi manajemen, controllers, engineers, dan pihak-pihak lainnya seharusnya tidak menggunakan sistem akuntansi secara sederhana atau mendasar saja, karena tidak akan ada peningkatan dari kualitas mereka sendiri.Yang pertama adalah EVA, pertama kali dikembangkan oleh Stewart & Stern seorang analis keuangan dari perusahaan Stern Stewart & Co pada tahun 1993. EVA adalah nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari kegiatan atau strateginya selama periode tertentu. Konsep EVA mencoba menggabungkan antara ukuran tradisional dengan konsep biaya modal. Selain itu, EVA dapat memberikan sistem pengukuran yang baik untuk menilai suatu kinerja dan prestasi keuangan manajemen perusahaan karena EVA berhubungan langsung dengan nilai pasar sebuah perusahaan. Pengukuran kinerja dan prestasi dengan menggunakan EVA timbul akibat antisipasi kelemahan pengukuran kinerja akuntami tradisional. Pengukuran kinerja dengan EVA tenls menjadi perdebatan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Dodd danChen (1996) menunjukkan bahwa EVA hanya mampu menunjukkan hubungan dengan stock return sebesar 20,2%. Sementara itu, Makeleainen (1998) menunjukkan bahwa semakin besar EVA yang diharapkan dari suatu perusahaan,maka akan semakin besar nilai pasarnya. karena itu juga akan meningkatkan harga saham. Secara khusus jika pertumbuhan profitabilitas riil perusahaan bertumbuh,yakni pertumbuhan dari EVA, maka akan meningkatkan harga saham perusahaan.
Konsep EVA memiliki prinsip bahwa keberhasilan manajemen diukur berdasarkan nilai tambah ekonomis yang diciptakan selama periode tertentu. Dengan identifikasi aktivitas value added dan non value added, maka manajemen berupaya menambah aktivitas yang value added dan mengurangi/menghilangkan aktivitas nonvalue added (Utomo, 1999). Menurut O'Byme dan Young (2001),  EVA merupakan laba operasi perusahaan setelah pajak (net operating profit after tax) dikurangi biaya modal (cost of capital). Biaya modal sama dengan modal yang diinvestasikan perusahaan dikalikan rata-rata tertimbang (weighted average) dari biaya modal (W ACC). Sementara itu, W ACC merupakan jumlah biaya darisetiap komponen modal, utang jangka pendek, utang jangka panjang, dan ekuitas pemegang saham ditimbang berdasarkan proporsi relatifnya dalam struktur modal perusahaan pada nilai pasar. Penghtungan EVA dalam berbagai kondisi seringkali digunakan formula yang berteda-beda disebabkan adanya penyesuaian­penyesuaian yang dilakukan oleh pengukur. Oleh karena itu, beberapa perusahaan mempunyai versi yang berbeda dalam menghitung EVA dengan melakukan  penyesuaian-penyesuaian seperti penyesuaian yang dilakukan oleh Dodd dan Chen (2001) yaitu dengan menambahkan nilai Capital dan NOPAT dengan kenaikan deferred tax reserve, LIFO reserve, amortisasi goodwill, unsual loss (gain), dan bad debt reserve. Penyesuaian tersebut dilakukan agar memberikan nilai EVA yang dapat mencerminkan economic profit yang diciptakan perusahaan dan memperbaiki distorsi yang timbul baik karena kecenderungan manajer merekayasa laporan keuangan maupun karena masih banyaknya kekurangan General Accepted Accounting Principles.
Widayanti seperti dikutip oleh Mulia (2002) menyatakan beberapa tahapan untuk perhitungan EVA, yaitu :
1.      Menghitung ongkos modal hutang
2.      Menghitung ongkos modal saham
3.      Menghitung struktur permodalan berdasarkan neraca
4.      Menghitung ongkos modal tertimbang
5.      Menghitung EVA
Lalu, bagaimanakah jika EVA diposisikan bersama dengan Return Saham? Apakah akan berpengaruh? Terdapat beberapa penelitian empiris yang menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda mengenai pengaruh EVA terhadap stock return. Lehn dan Makhija (1996) membuktikan pengaruh positif antara stock return dengan EVA dan MVAtetapi pengaruh tersebut rendah dan sedikit melebihi daripada ukuran kinerja tradisional seperti ROA, ROE, dan ROS. O'Byrne (1996) juga menemukan bahwa EVA mampu menjelaskan 31 % dari nilai pasar, sedangkan perubahan EVA (EVA,-EVAt-1) menjelaskan sebesar 55% dari perubahan nilai pasar. Penelitian Dodd dan Chen (1996) menguji hubungan antara nilai saham dengan berbagai macam ukuran profitabilitas menghasilkn kesimpulan bahwa ROA menghasilkan penjelasan yang paling baik dengan R2 sebesar 24,5%, EVA sebesar 20,2%,  residual income sebesar 19,4%, EPS dan ROE sebesar 5-7%. Biddle, Bowen dan Wallace (1998) menemukan bahwa EVA memiliki hubungan yang lebih besar dengan penilaian saham dan nilai pasar daripada  accrual earnings. Tetapi sebaliknya earnings memiliki hubungan yang kuat dengan stock returns dan nilai pasar daripada EVA, residual income, dan arus kas operasi. Sebaliknya, Griffit (2006) yang meneliti hubungan antara EVA dengan kinerja saham (stock performance) menemukan bahwa EVA, MVA, dan FGR merupakan alat yang buruk dalam penilaian kinerja saham. Ia mengatakan bahwa IRR return on gross investment merupakan ukuran kinerja ekonomis perusahaan yang lebih akurat daripada EVA. Medeiros (2005) menemukan bahwa stock returns dipengaruhi oleh perilaku EVA periode sebelumnya, oleh karena itu mengapa beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa terdapat hubunganyang lemah atau tidak ada hubungannya antara stock return dan EVA. EVA mempengaruhistock return tetapi hubungan ini tidak secara langsung. Secaraspesifik penelitiannya menemukan bahwa stock returns secara signifikan dipengaruhi oleh perubahan EVA dengan ukuran satu tahun.
Adapun Ronny Irawan (2010) menambahkan melalui hasil penelitiannya, bahwa tidak ditemukannya bukti bahwa perhitungan EVA saat tahun berjalan mempengaruhi return saham pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode 2002 hingga 2007. Jadi, EVA mempengaruhi return saham namun tidak secara langsung terjadi. Secara spesifik hasil penelitian menemukan bahwa perubahan return saham secara signifikan dipengaruhi oleh perubahan EVA dengan ukuran satu tahun.Hasil dari nilai adjusted R square yang kecil (rata-rata di bawah 1%) menunjukkan bahwa EVA merupakan faktor yang buruk sebagai alat untuk menilai kinerja perusahaan (Griffit, 2006). EVA seharusnya tidak digunakan sebagai predictor untuk menilai kinerja perusahaan, tetapi dapat digunakan dalam sistem kompensasi untuk memimpin karyawan dari atasan sampai bawahan, untukmemaksimalkan kekayaaan pemegang saham. Ada beberapa hal yang menyebabkan EVA tidak berpengaruh terhadap harga saham, pertama nilai EVAnegatif yang disebabkan banyaknya perusahaan yang mengalami perolehan laba yang minimum sedangkan mereka memiliki beban bunga dan beban ekuitas yang besar. Kedua, sulitnya mendapatkan nilai EVA. Ketidaktersediaan nilai EVA di dalam laporan tahunan maupun laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan yang go public menyebabkan investor kesulitan untuk mendapatkan nilai EVA. Perhitungan yang cukup rumit dan memakan waktu menyebabkan menunda proses pengambilan keputusan oleh investor, sehingga investor tidak menggunakan EVA dalam pengambilan keputusan investasinya.
Abdullah Al Mamun & Shazali Abu (2012) berpendapat bahwa EVA diadopsi oleh ilmu perekonomian yang maju sebagai alat pengukuran kinerja keuangan dan strategi keuangan, yang akan membantu EVA menjadi alat pengukur kinerja keuangan yang penting diantara alat ukur lainnya di seluruh dunia. Bahkan menurut Sharma & Kumar (2010), EVA berhasil menarik perhatian perusahaan-perusahaan besar karena kemampuan EVA untuk menjadi metode yang paling sering diterapkan dan akan menjadi sangat menarik untuk inovasi sistem penilaian kinerja suatu perusahaan. Selain tujuan penelitian untuk menemukan hubungan antara lingkungan perusahaan di Malaysia denganreturn saham, namun juga memberikan pandangan lebih bagi perusahaan-perusahaan dan bagi orang banyak yang mungkin akan tertarik untuk menerapkan EVA pada organisasi atau perusahaannya.
Dari artikel ini dapat disimpulkan bahwa sebelumnya EVA pada tahun berjalan tidak akan berpengaruh terhadap return saham tahun berjalan, lalu EVA tahun sebelumnya juga tidak mempengaruhi return saham tahun berjalan. Jika menurut Griffit (2006) berpendapat bahwa EVA merupakan alat yang buruk untuk penilaian kinerja saham. Disisi lain, Fredrik Weissenrieder (1998) melakukan sebuah penelitian untuk membandingkan apakah sebaiknya perusahaan menerapkan EVA atau kah CAV? Dari hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa EVA dan CAV sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan, semua dikembalikan lagi kepada pihak manajemen. Dari segi informasi apa saja yang akan dibutuhkan oleh perusahaan untuk menetapkan sebuah keputusan dan melakukan perbaikan atas kinerja perusahaan terdahulu. Akan lebih baik jika memulai suatu perusahaan sebelum memulai usaha nya dengan menetapkan bagaimana kerangka kerja keuangan yang akan digunakan nantinya. Bukan hanya perbaikan untuk hari ini melainkan berjangka panjang bagi perusahaan.





Daftar Pustaka
Napitupulu, Edriaty N., 2012, ‘Hubungan Price Earnings Ratio (PER) Dan Cash Value Added (CVA) Terhadap Return Saham (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2009)’, Skripsi, Universitas Indonesia
Weissenrieder, Fredrik, 1998, ‘Value Based Management : Economic Value Added or Cash Value Added?’, Gothenburg University
Erasmus, Pierre, 2008, ‘Value Based Financial Performance Measures: An Evaluation Of Relative And Incremental Information Content’, Corporate Ownership & Control, Vol.6, Issue.1, University of Stellenbosch
Erasmus, Petrus Daniel, 2008, ‘Evaluating Value Based Financial Performance Measures’,Dissertation, University of Stellenbosch
Venanzi, 2012, ‘Chapter 2: Competing Financial Performance Measures’, The Author(s)
Bukvič, Vladimir, 2014, ‘Value Based Management With A Practical Example’, Gea College Faculty of Entrepreneurship Ljubijana Slovenia
Abdullah Al Mamun, Shazali A. M., 2012, ‘EVA as Superior Performance Measurement Tool’, Modern Economy, Hal.310-318, University Malaysia Sarawak
Tamar G., Ketevan M, 2014, ‘The Choice Of Financial Performance Measures As One Of The Most Critical Challenges Facing Corporation’, European Scientific Journal, Grigol Robakidze University
Irawan, Ronny, 2010, ‘Pengaruh Economic Value Added Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manfaktur Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia’, Jurnal Akuntansi Kontemporer, Vol.2, No.1, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
M.Rajesh, Ramana R., Narayana R., 2012, ‘An Empirical Study On EVA And MVA Approach’, International Journal of Marketing, Financial Services & Management Research, Vol.1, No.3

Penerapan IFRS : Hubungan Corporate Social Responsibility Dengan Translasi Mata Uang Asing



Era globalisasi saat ini mengarahkan semua aktivitas ke level yang lebih luas. Adanya interaksi beda negara mengharuskan kita mengikuti kententuan-ketentuan khusus agar suatu transaksi dapat berjalan dengan baik. Hal yang paling sederhana nya adalah saat melakukan pembayaran. Belum tentu mata uang yang digunakan suatu negara sama dengan yang lainnya, sehingga mengharuskan adanya penyesuaian dengan membayarnya menggunakan mata uang yang berlaku di negara tersebut. Contoh hal sederhana tersebut menjadi hal yang lumrah, apalagi pada perusahaan-perusahaan besar yang memiliki cabang atau anak perusahaan di berbeda negara. Namun ini masih menjadi tantangan tersendiri untuk seorang akuntan. Mengapa? Pada artikel sebelumnya dijelaskan bahwa IFRS penting untuk mempermudah penyampaian informasi bertaraf internasional, dengan proses yang dianggap masih sulit. Ya, dan salah satu prosesnya adalah translasi mata uang asing.
Translasi mata uang asing dianggap sebagai proses pelaporan informasi keuangan dari satu mata uang ke mata uang lainnya. Bayangkan saja, jika seorang akuntan ditugaskan untuk melakukan translasi laporan keuangan perusahaan yang sudah jelas go international, ditambah lagi dengan metode-metode yang digunakan dan standar-standar pelaporan keuangan yang akan terus diperbarui. Seakan-akan penyesuaian itu akan selalu ada setiap saat. Ada tiga alasan utama mengapa perlunya translasi mata uang asing yaitu :
1.      Untuk mencatat transaksi dalam mata uang asing
2.      Sebagai perhitungan efek perusahaan terhadap translasi mata uang
3.      Alat untuk mengkomunikasikan kepada para investor asing
Beralih membahas CSR. Apa itu CSR? CSR biasa dikenal dengan Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan (Kotler & Nancy, 2005). Semakin besar suatu perusahaan maka cakupan usahanya pun semakin luas. Apakah perusahaan tersebut menjalin hubungan yang baik dengan para investor dan lingkungan sekitarnya? Menurut Djogo (2005), Perbankan merupakan salah satu tonggak perekonomian di Indonesia, karena bank memiliki peran penting dalam usaha penyaluran dana untuk berbagai kepentingan yang secara langsung berhubungan dengan berbagai komunitas lingkungan masyarakat.Fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini, perbankan diklasifikasikan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, salah satunya berdasarkan major shareholders yang membagi perbankan menjadi dua macam yaitu bank pemerintah dan bank swasta (Latumaerissa, 2012). Perbedaan major shareholders ini berdampak pada timbulnya perbedaan dalam hal pengambilan keputusan dan kepentingan jangka panjang perusahaan, termasuk keputusan pengungkapan dan pelaksanaan CSR (Yamak dan Suer, 2010).
Selain perbedaan kepentingan major shareholders, fenomena lain yang berbeda antara Bank Pemerintah dan Bank Swasta adalah Undang-Undang. Indonesia memiliki Undang-Undang yang mengatur seluruh Perseroan Terbatas termasuk bank, Undang-Undang lain yang bersifat spesifik mengatur tentang CSR perusahaan milik pemerintah (BUMN). Adanya perbedaan penegasan Undang-Undang ini akhirnya menyebabkan perbedaan pelaksanaan CSR pada perusahaan milik swasta dan BUMN, termasuk untuk perusahaan yang bergerak di bidang perbankan.Isu mengenai variasi pengungkapan CSR sudah mulai didiskusikan di Amerika Serikat sejak tahun 1960. Akhirnya pada tahun 2000, Global Reporting Initiative (GRI) yang merupakan program dari Perserikatan Bangsa-Bangsa membuat pedoman tentang Sustainability Reporting yang dapat digunakan perusahaan dalam pengungkapan kegiatan CSR-nya. Program GRI ini dibentuk untuk memberikan pedoman dalam pelaksanaan dan pengungkapan CSR, sehingga dapat diperbandingkan, serta dapat dievaluasi. Pelaksanan dan pengungkapan kegiatan CSR dituangkan dalam bentuk laporan yaitu Sustainability Reporting yang mengikuti guideline GRI.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Asmaul Janah (2013) untuk mencari tahu bagaimana penerapan CSR di Indonesia, khususnya perusahaan perbankan yang dinilai memiliki cakupan besar hingga ke tingkat internasional. Dari hasil penelitian yang dilakukan menjelaskan bahwa bentuk timbal balik dari organisasi entitas kepada lingkungan sosial dapat diimplementasikankedalam pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR). Perspektif ini berlaku pula untuk bank, yang merupakan bentuk dari organisasi. Namun, di Indonesia terdapat dua bentuk bank yang sangat dominan berdasarkan klasifikasi major shareholders, yaitu bank swasta dan bank pemerintah. Keduanya memiliki perbedaan, kecenderungan perbedaan pengungkapan informasi perusahaan termasuk CSR berdasarkan kekhasan industri dan major shareholders dan Undang-Undang yang mengatur pelaksanaan keduanya. Perbedaan stakeholder dari sebuah entitas bank akan mempengaruhi ekspektasi dan kompensasi yang ingin didapatkandari perusahaan, swasta lebih berekspektasi pada pertambahan laba, sedangkan pemerintah berekspektasi untuk menjaga stabilitas ekonomi Negara dan mensejahterakan rakyat.
Sekilas pembahasan mengenasi CSR sebenarnya memiliki harapan bahwa perusahaan dapat menjelaskan secara jelas terhadap ekspektasi masyarakat dan bagaimana seharusnya prosedur perusahaan tersebut berjalan. Mampu meyakinkan bahwa setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan informasi mengenai perusahaan. Dan akhirnya perusahaan sendiri dianggap dapat menyajikan laporan yang sesuai dengan kualitas yang baik sehingga tidak dipungkiri perusahaan akan mendapatkan feedback yang positif. Kembali kepada translasi mata uang asing, lalu apa hubungan CSR dengan translasi? Penulis memiliki pendapat mengenai hal itu. Secara logika, perusahaan tidak hanya bisa menerapkan prinsip IFRS saja sebagai sistem akuntansi perusahaan. CSR berperan penting sebagai langkah awal suatu perusahaan agar melangkah ke dunia usaha yang lebih maju. Secara tidak langsung penerapan IFRS akan dilakukan sebagai penunjang penyampaian informasi kepada para investor asing. Kemudian penerapan IFRS membawa dampak penyesuaian translasi mata uang asing terhadap laporan tersebut. Adanya keterkaitan secara tidak langsung tersebut, menimbulkan pernyataan bahwa di dalam suatu usaha memerlukan penetapan prinsip-prinsip dan berbagai pedoman yang baik sehingga membuat visi dan misi perusahaan lebih jelas terarah.
Membahas mengenai translasi mata uang asing, pasti ada perubahan kurs mata uang pada suatu negara. Itu terjadi karena adanya fluktuasi yang terjadi pada kondisi ekonomi dunia secara terus-menerus. Lalu, apakah kurs mata uang akan berpengaruh pada penerapan IFRS sendiri pada suatu negara? Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, terdapat operasimanufaktur secara global yang telah mengembangkan spektrum menjadi lebih luas meliputi pengembangan produk, porses produksi, pemasaran, dan distribusi bahkan teknologi. Ditambah lagi dengan kemajuan teknologi dan deregulasi yang memungkinkan kreditur dan debitor bertransaksi dalam waktu yang tidak nyata di pasar internasional. Hal ini telah menimbulkan berbagai konsekwensi yang belum muncul pada pasar tradisional. Menurut Iqbal (2002)ada beberapa konsekwensi, yaitu :
1.  Bertransaksidanbertranslasimenggunakanmata uang asing yang menimbulkan aturan akuntansi tentang kurs mata uang asing
2.      Risiko manajemen kurs devisa yang dapat menimbulkan laba rugi perubahan kurs
3.      Dampak perpajakan atas operasi internasional
4.  Dampak laporan keuangan konsolidasi mengenai cabang asing dan perusahaan yang digabungkan, karena masalah ketidaksamaan standar akuntansi di satu negara dengan negara lain
5.      Dampak penyesuaian daya beli laporan keuangan
6.      Dampak harga transfer multinasional
7.      Dampak perbedaan standar akuntansi dan pengungkapannya
8.      Perlunya aturan untuk pasar modal global
9.      Akuntan berperan dalam memberi informasi tentang alokasi sumber daya yang optimum
10.  Karena berubahnya orientasi akuntansi dari stewardship function menjadi accountability, maka akuntan membantu orientasi perubahan tersebut agar berjalan dengan smooth. Misalnya dengan membantu restrukturiasi sistem akuntansi untuk reformasi tersebut
11.  Melakukan restrukturisasi sistem informasi untuk mengadaptasi kemajuan teknologi informasi
12.  Memberikan informasi untuk pengambilan keputusan atas munculnya proyek infrastruktur yang sebelum pasar global belum muncul (baik tentang cost-benefit analysis, estimasi biaya proyek, maupun pengendalian atas paska produksi)
13.  Aturan perpajakan
14.  Membantu menciptakan kode dalam perusahaan global
15.  Aturan akuntansi untuk lingkungan global (misalnya analisa biaya energie dan limbah
Menurut Standar Akuntansi Internasional no.21 mengenai pengaruh perubahan kurs mata uang asing, memiliki beberapa perlakuan akuntansi khusus untuk menerapkan suatu transaksi mata uang asing, seperti :
1.      Transaksi mata uang asing adalah transaksi dengan denominasi mata uang selain mata uang fungsional, yakni :
a.       Membeli atau menjual barang atau jasa
b.      Meminjam atau meminjamkan dana
c.       Menyelesaikan kontrak mata uang asing yang belum dipenuhi
d.      Mengakuisisi atau menjual aktiva
e.       Menimbulkan atau melunasi kewajiban
2.      Suatu transaksi mata uang asing harus dilaporkan dengan menggunakan mata uang fungsional pada saat pengakuan awalnya, dengan mengalikan jumlah mata uang asing dengan kurs spot (spot exchange rate) antara mata uang fungsional dan mata asing pada tanggal transaksi.
3.      Pada setiap tanggal neraca :
a.       Pos-pos moneter dalam mata uang asing yang masih belum diselesaikan harus ditranslasikan dengan menggunakan kurs penutup.
b.      Pos-pos nonmoneter yang dicatat berdasarkan :
Biaya historis dilaporkan dengan menggunakan kurs pada tanggal transaksi.
Nilai wajar dalam mata uang asing dilaporkan dengan menggunakan kurs pada tanggal nilai wajar tersebut ditentukan.
4.      Selisih kurs yang terkait dengan keuntungan atau kerugian pos-pos non moneter yang diakui secara langsung dalam ekuitas dimasukkan ke bagian ekuitas, sebagai contoh keuntungan dan kerugian revaluasi yang timbul dari revaluasi aktiva tetap.
5.      Selisih kurs berikut dimasukkan ke bagian ekuitas hingga pelepasan aktiva atau kewajiban terkait pada saat selisih tersebut dipindahkan sebagai laba/rugi :
a.       Yang terkait dengan kerugian atau keuntungan atas nilai yang dikaitkan dengan pasar (mark to market) dari aktiva keuangan yang tersedia untuk dijual (available for sale financial assets).
b.      Pos-pos moneter internal kelompok usaha (intragroup monetary items) yang merupakan bagian dari investasi bersih perusahaan pada perusahaan asing (foreign entity).
c.       Kewajiban luar negeri yang diperlakukan sebagai lindung nilai (hedge) terhadap investasi bersih pada perusahaan asing.


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prediksi atas perubahan kurs mata uang, yakni :
1.      Faktor lingkungan, politik, sosial, yang bila tidak stabil pada kurun waktu tertentu akan menyebabkan risiko yang sangat besar terhadap kurs. Apalagi politik, begitu rentan kondisinya sehingga sulit untuk diprediksi kapan terjadinya secara pasti dan bagaimana dampak yang akan timbul terhadap nilai tukar. Bahkan ada kalanya politik tidak menimbulkan dampak apapun terhadap perubahan kurs mata uang.
2.      Faktor lingkungan dimana suatu bisnis berada, dapat berpengaruh terhadap perubahan yang pesat dan sangat dinamis. Dalam lingkungan bisnis global, perpindahan modal dari suatu negara lain memiliki mobilitas yang sangar tinggi sehingga dibutuhkan prediksi perubahan kurs yang lebih tepat, agar keputusan ekonomi menjadi lebih tepat.
3.      Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi perubahan kurs. Indikator yang biasanya sering digunakan adalah Gross National Product dan Gross Domestic Product.
4.      Inflasi dan suku bunga. Salah satu cara pemerintah dalam menanggulangi inflasi adalah dengan melakukan kebijakan menaikkan suku bunga melalui tight money policy, yang diharapkan dapat memperkuat nilai tukar dan mengendalikan inflasi.
5.      Balance of payment adalah neraca pembayaran negara yang mencerminkan apakah terjadi pemasukkan devisa dari luar negeri sehingga memperkuat nilai tukar.
Lalu, bagaimanakah cara mengatasi kerugian akibat adanya perubahan kurs? Terdapat 3 cara, yang pertama adalah Currency Swap. Sering juga disebut Swap, merupakan transaksi atau kontrak membeli atau menjual valuta asing pada tanggal valuta tertentu, sekaligus dengan perjanjian untuk menjual atau membeli kembali pada tanggal valuta berbeda di masa yang akan datang, dengan harga yang ditentukan pada tanggal kontrak. Yang kedua adalah Forward Contract, merupakan suatu transaksi atau kontrak pembelian atau penjualan suatu valuta asing atau valuta lainnya pada tanggal valuta asing tertentu di masa yang akan datang dengan kurs yang ditentukan sekarang. Yang terakhir adalah Hedging, merupakan strategi pertukaran untuk membatasi dana penukar (trader) dari fluktuasi nilai tukar mata uang yang tidak menguntungkan. Hedging memberi kesempatan bagi trader untuk melindungi diri dari kemungkinan rugi (loss), meski kondisi saat itu sedang melakukan transaksi. Dengan cara memperkecil risiko merugi ketika pergerakan nilai tukar mata uang tidak memungkinkan trader meraih profit.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth T. Manurung (2008) juga menambahkan bahwa jika suatu perusahaan yang akan memiliki atau sudah memiliki kerugian atau hutang luar negeri, baiknya mempertimbangkan beberapa hal. Misalnya saja memprediksi kondisi ekonomi di masa yang akan datang dan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap perubahan kurs. Lalu membuat simulasi bila sewaktu-waktu terjadi perubahan kurs yang sangat signifikan, mungkinkah akan berpengaruh pada kerugian perusahaan. Mempertimbangkan fleksibilitas apakah pemerintah akan memperbolehkan amortisasi kerugian karena perubahan kurs, dan mempertimbangkan alternatif untuk mengatasi kerugian karena perubahan kurs. Kemudian adanya disclosure untuk menjelaskan pos perkiraan hutang lebih murah.
Adanya peranan akuntan untuk mendorong terselenggaranya haromisasi penggunaan IFRS di Indonesia, seperti :
1.      Keputusan IAI menetapkan bahwa SAK yang berlaku di Indonesia seluruhnya mengadopsi IFRS.
2.      Menyediakan informasi mengenai keseluruhan IFRS, sehingga bila ada perusahaan yang belum memahaminya dapat diberikan pemahaman yang lebih dengan baik.
3.      Memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada dunia usaha mengenai IFRS melalui berbagai cara dan media yang mudah diakses dan mudah dipahami.
4.      Akuntan berperan dalam memberi informasi bahwa bila semua usaha memperlakukan transaksi yang sama dengan metode akuntansi yang sama maka cost untuk menghasilkan informasi akan lebih murah dan biaya untuk menghindarkan kecurangan dan kolusi lainnya juga akan lebih murah.
Dari sedikit pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akan lebih tepat dikatakan jika penerapan IFRS justru sebagai solusi penyelesaian masalah translasi mata uang asing. Selain dalam IFRS sudah tertera peraturan mengenai kurs,dengan sistem ini pun bukan tidak mungkin suatu negara membiasakan diri dengan ketetapan-ketetapan yang diharapkan semakin membuat perusahaan-perusahaan yakin untuk menerapkan IFRS.









Daftar Pustaka
Kuncara, Tommy, 2012, ‘Pengaruh IFRS Mengenai Investment Property Terhadap Laba PT. Indosat Tbk’, Universitas Gunadarma
Pratiwi B., Ursula C., 2014, ‘Analisis Perbedaan Kualitas Akuntansi Sebelum Dan Sesudah Konvergensi IFRS’, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Dewi R., Yogka A. P., 2014, ‘Perbedaan Kualitas Laba Sebelum dan Sesudah Adopsi IAS 39 Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI’, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Manurung, Elizabeth T., 2008, ‘Kesesuaian Penerapan IFRS No.21 Tentang “Pengaruh Perubahan Kurs Mata Uang Asing” Dengan Kondisi Ekonomi Dihubungkan Dengan Peran Akuntan Dalam Mendukung Harmonisasi’, Majalah Ilmiah FE Universitas Katolik Parahyangan, Vol.12, No.2
Sonoto, John F., 2010, ‘Isu Global Konvergensi IFRS : Masalah Pengukuran Menggunakan Fair Value Accounting,’ Jurnal Akuntansi Kontemporer, Vol.2, No.2, Hal.139-151
Pustikaningsih, Adeng, 2011, ‘Analisis Hubungan CSR Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Jasa (Studi Kasus Perusahaan jasa di D.I.Yogyakarta), Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol.IX, No.2, Hal.32-39
Janah, Asmaul, 2013, ‘Analisis Pelaksanaan Dan Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan Perbankan Di Indonesia (Studi Komparatif Bank Pemerintah dan Bank Swasta), Universitas Brawijaya
Ramadhan, Ricki Surya, 2014, ‘Pengaruh Adopsi IFRS Dan Perlindungan Investor Terhadap Kualitas Laba Di Indonesia’, Skripsi, Universitas Bengkulu
Muchlis, Saiful, 2011, ‘Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional Dan Dampak Penerapan Dari Adopsi Penuh IFRS Terhadap PSAK’, Jurnal Akuntansi UIN Alauddin, Vol.1, No.2
Santoso, Hendra F., 2010, ‘Akuntansi Internasional’, Jurnal Akuntansi, Vol.10, No.1, Hal.27-44