Seiring dengan terjadinya perkembangan perekonomian
Indonesia, terlebih saat pemerintah menggalakkan program deregulasi dan debirokratisasi
pada awal tahun 1980-an, kebutuhan akan dana investasi melalui berbagai
alternatif sumber pembiayaan mengalami peningkatan. Salah satu alternatif sumber
pembiayaan ini adalah melalui leasing atau sewa. Meningkatnya kebutuhan
pembiayaan melalui sewa juga meningkatkan kebutuhan akan standar akuntansi keuangan
yang dapat digunakan untuk menjadi pedoman pencatatan transaksi sewa tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhan akan pedoman pencatatan transaksi sewa, di Indonesia
telah diberlakukan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 30 tentang
Akuntansi Sewa Guna Usaha pada tanggal 24 Agustus 1994. PSAK ini dibuat
berdasarkan standar akuntansi Amerika (US GAAP) yang dikenal sebagai a rule
based standard. Namun pada periode 1994-2004 kiblat dari US GAAP yang rule
based berubah ke IFRS yang principle based, sehingga PSAK 30 juga direvisi
menjadi PSAK 30 (Revisi 2007) dan direvisi kembali menjadi PSAK 30 (Revisi
2011) pada thaun 2011. Perbedaan mendasar antara PSAK 30 (1994) dengan PSAK 30
(Revisi 2007) dan PSAK 30 (Revisi 2011) adalah dalam hal definisi istilah-istilah
yang dimaksudkan dalam standar dan pengklasifikasian sewanya. Sedangkan
perbedaan PSAK 30 (Revisi 2007) dan PSAK 30 (Revisi 2011) adalah dalam hal
ruang lingkup standar, definisi umur manfaat, ketentuan mengenai sewa tanah dan
bangunan dan penyempurnaan bahasa yang digunakan dalam standar tersebut.
Beberapa perubahan ini diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas informasi
keuangan yang terdapat di dalam laporan keuangan perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Neel dan wang (2010);
Burgsthaller, Hail dan Leuz (2006); Ball, Robin dan Wu (2003) ; Street dan Grey
(2002); Breeden (1994)menyatakan bahwa fleksibilitas yang ada di IFRS dan
lemahnya pelaksanaan IFRSmembuat kesempatan untuk melakukan manajemen laba
menjadi semakin besar.Bahkan penelitian menurut Ahmed, Neel dan Wang (2010)
menyatakan bahwapengadopsian IFRS mengakibatkan manajemen laba semakin besar,
pelaporan akrualyang lebih agresif dan berkurangnya pengakuan kerugian
berjangka untuk pengakuankerugian relatif terhadap pengakuan keuntungan. Hal
ini merupakan akibat dariminimnya petunjuk pengimplementasian IFRS, insentif
manajemen untuk memanipulasipendapatan dan lemahnya mekanisme pelaksanaan IFRS.
Di Indonesia terdapat contoh kecurangan yang terjadi
akibat praktik manajemen laba. khususnya pada perusahaan manufaktur di Bursa
Efek Indonesia. Contoh kasus terjadi
pada PT Kimia Farma Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam (2002),
diperoleh bukti bahwa terdapat kesalahan
penyajian dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk, berupa kesalahan
dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan penjualan,
dimana dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember
2001 sebesar Rp 32,7 miliar.Beberapa penelitian di Indonesia menghasilkan
kesimpulan yang mendukung adanya
praktik-praktik manajemen laba. Beberapa diantaranya dari penelitian Widyaningdyah (2001) yang
berkesimpulan bahwa perusahaan yang terancam melanggar perjanjian utang
cenderung melakukan manajemen laba dengan menaikkan laba dalam rangka
memperbaiki posisi tawarnya saat negosiasi ulang atau sebagai upaya melakukan
go public untuk mendapatkan dana segar
karena kesulitan mencari dana pinjaman. Hal tersebut juga sejalan dengan
penelitian Dumbi (2010) yang menemukan kecenderungan manajemen BUMN manufaktur
untuk menurunkan laba pada saat terdapat surplus arus kas keluar mencerminkan
keengganan manajer untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar hutang dan
membayarkan deviden kepadapemegang saham dalam hal ini pemerintah. Hal tersebut
dikarenakan manajemen diwajibkan untuk membuat laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban
terhadap para stakeholder sedangkan terdapat perbedaan kepentingan (teori agensi)
antara manajemen dan para stakeholder. Maka perlu ada pihak yang independen
diantara keduanya yang merupakan auditor independen yang berasal dari KAP untuk
meminimalisir kecurangan yang terjadi.
Laporan keuangan merupakan informasi mengenai posisi
keuangan dankinerja perusahaan yang akan bermanfaatbagi pengguna laporan
keuangan dalam mengambil keputusan investasi. Dalam sebuah laporan keuangan, manajer
harus memberikan informasi yang bersifat informatif dan terbuka agar menghasilkan
sebuah informasi laporan keuangan yang berkualitas. Soewardjono (2005)
menyatakan laporan keuangan dapat menghasilkan informasi yang berkualitas
apabila laporan keuangan tersebut relevan (relevance)
dan andal (reliability). Informasi
laporan keuangan dikatakan relevan apabila informasi tersebut dapat mempengaruhi
keputusan pengguna laporan keuangan. Kerelevanan menurut Soewardjono (2005)
adalah kemampuan informasi untuk membantu pengguna laporan keuangan dalam membedakan
beberapa alternatif keputusan sehingga mereka menghasilkan keputusan yang
tepat. Dalam menggambarkan peran informasi akuntansi yang relevan sebagai dasar
pengambilan keputusan, maka digunakan relevansi nilai informasi akuntansi. Relevansi
nilai informasi akuntansi adalah kemampuan angka-angka akuntansi yang merangkum
informasi yang mendasari harga saham, sehingga relevansi nilai diindikasikan
dengan sebuah hubungan statistikal antara informasi keuangan dengan return
saham. Relevansi nilai informasi akuntansi dilihat dari pengaruh harga saham
terhadap nilai buku dan laba bersih (Latridis,2010). Perusahaan dengan
relevansi nilai informasi akuntansi yang meningkat, dapat diasumsikan bahwa
perusahaan tersebut memiliki laporan keuangan yang berkualitas.
Informasi laporan keuangan dapat dikatakan andal apabila
menghasilkan suatu laporan keuangan yang bebas dari kesalahan dan dapat
diandalkan. Keterandalan adalah kemampuan informasi untuk memberi keyakinan bahwa
informasi tersebut benar atau valid(Soewardjono,
2005). Informasi memiliki kualitas yang andal jika bebas dari pengertian yang
menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakaiannya sebagai
penyajian yang tulus atau jujur (Martani, 2012). Keterandalan suatu informasi laporan
keuangan dapat dilihat dari praktek manajemen laba suatu perusahaan (Sulistyanto,
2008). Manajemen labaadalah suatu intervensi dengan maksudtertentu terhadap
proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa
keuntungan pribadi (Schipper, 2003). Jika manajemen laba suatu perusahaan
berkurang maka informasi laporan keuangan yang dimiliki perusahaan berkualitas
dan dapat diandalkan. Menurut Latridis (2010)
laporan keuangan yang berkualitas dapat dilihat dari berkurangnya praktek
manajemen laba dan meningkatnya
relevansi nilai informasi akuntansi. Kualitas laporan keuangan dapat
dipengaruhi oleh Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dipakai oleh perusahaan.
Dimitropoulus (2013) menyatakan bahwa informasi laporan keuangan lebih
berkualitas apabila perusahaan menggunakan SAK (konvergensi IFRS) dibandingkan
dengan standar lokal atau standar yang diterapkan oleh suatu negara. International Financial Reporting Standards
(IFRS) adalah suatu standar internasional yang diterbitkan oleh International
Acconting Standards Board (IASB). Dimana manfaat dari penggunaan SAK
(konvergensi IFRS) meliputi harmonisasi praktik akuntansi di seluruh negara
yang mengadopsi, yang nantinya akan mengarah ke komparatif yang lebih tinggi,
biaya transaksi yang lebih rendah, dan
meningkatkan investasi internasional (Latridis, 2010). Selain itu, dengan menerapkan
SAK (konvergensi IFRS)perusahaan akan bertindak optimal dalam meningkatkan
kualitas informasi laporan keuangan (Fields dkk, 2001).
Dalam prinsipnya pengertian kualitas informasi laporan
keuangan dapat dipandang dalam dua sudut
pandang (Ayres, 1994 dalam Fanani, 2009). Pandangan pertama menyatakan bahwakualitas
informasi laporan keuangan berhubungan dengan kinerja keseluruhan perusahaan
yang tercermin dalam laba perusahaan. Pandangan kedua menyatakan bahwa kualitas
informasi laporan keuangan berkaitan dengan kinerja pasar modal yang diwujudkan
dalam bentuk imbalan, sehingga hubungan yang semakin kuat antara laba
perusahaan dengan imbalan menunjukkan informasi pelaporan keuangan yang tinggi.Karakteristik
kualitas informasi laporan keuangan menurut Soewardjono (2005), yaitu sebagai
berikut:
1.
Keterpahaman
(Understandibility)
Keterpahaman
adalah kemampuan informasi untuk dapat dicerna maknanya oleh pemakai.
2.
Keterpautan
(Relevance)
Keterpautan
atau keterelevanan adalahkemampuan informasi untukmembantu pemakai
dalammembedakan beberapa alternatifkeputusan sehingga pemakai dapatdengan mudah
menentukan pilihan.
3.
Keterandalan
(Reliability)
Keterandalan
adalah kemampuaninformasi untuk memberikankeyakinan bahwa informasi
tersebutbenar atau valid.
4.
Keterbandingan
(Comparability)
Keterbandingan
adalah kemampuaninformasi untuk membantu parapemakai mengidentifikasi
persamaandan perbedaan anatar dua perangkatfenomena ekonomik.
5.
Materialitas
(Materiality)
Materialitas
adalah besar-kecilnyasuatu penghilangan informasiakuntansi yang menjadikan
besarkemungkinan bahwa pertimbanganseorang bijaksana yang mengandalkandiri pada
informasi tersebut berubahatau terpengaruh oleh penghilanganatau penyalahsajian
tersebut.
Konvergensi Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) ke International
Financial Reporting Standards (IFRS) menjadi perhatian parapelaku dunia usaha
di Indonesia mengingat ruang lingkup usaha perusahaan Indonesia tidak hanya di
dalam negeri saja melainkan juga secara internasional. Indonesia perlu
melakukan konvergensi IFRS untuk kepentingan global agar dapat meningkatkan
daya informasi laporan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Menurut Martani (2012) dampak penerapan IFRS
bagi perusahaan sangat beragam tergantung jenis industri, jenis transaksi,
elemen laporan keuangan yang dimiliki dan juga pilihan kebijakan akuntansi. Ada
yang perubahannya besar sampai harus melakukan perubahan sistem operasi dan
bisnis perusahaan, namun adajuga perubahan tersebut hanya terkaitdengan
prosedur akuntansi. Perusahaanperbankan, termasuk yang memiliki dampak
perubahan cukup banyak. Perubahan tidak hanya dilakukan pada tingkat perusahaan
namun perlu juga ada perubahan peraturan Bank Indonesia contohnya tentang
penyisihan atas kredit yang disalurkan.
Perusahaan BUMN sebagai perusahaan yang memiliki
akuntabilitas publik dipersyaratkan oleh regulasi untuk menyusun laporan
keuangan berdasarkan standar. Untuk dapat mengimplementasikan IFRS perusahaan harus
menyiapkan sumber daya manusiadan dana yang cukup untuk melakukan pemutakhiran
sistem dan SOP yang saat ini telah ada. Komitmen pimpinan perusahaan diperlukan
untuk mendukung proses implementasi IFRS tersebut. Besarnya komitmen pimpinan
terkadang dipengaruhi oleh kepedulian stakeholderpengguna
laporan keuangan. Kementerian BUMN sebagai stakeholder
utama BUMN sangat mempengaruhi bagaimana proses implementasi PSAK baru ini
dalam perusahaan. Secara umum manfaat
dengan adanya konvergensi IFRS ini adalah memudahkan pemahaman (enhance comparability) atas laporan
keuangan dengan standar akuntansi keuangan yang dikenal secara internasional.
Dengan demikian maka perusahaan dapat memberikan informasi dalam bentuk laporan
keuangan yang lebih berkualitas secara internasional. Adanya konvergensi IFRS
ini menguntungkan bagi perusahaan yang bergerak secara internasional karena mengurangi
biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan multinasional dan biaya untuk analisis
keuangan bagi para analis selain juga mengurangi perbedaan dalam ketentuan
pelaporan keuangan. Disisi lain tujuan konvergensi IFRS adalah agar laporan
keuangan berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi dengan laporan keuangan
berdasarkan IFRS dan kalaupun ada diupayakan hanya relatif sedikit sehingga
pada akhirnya laporan auditor menyebut kesesuaian dengan IFRS, dengan demikian
diharapkan meningkatkan kegiatan investasi secaraglobal, memperkecil biaya
modal (cost of capital) serta lebih
meningkatkan transparansi perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan.
Adopsi IFRS secara penuh bukan hanya sekadar perpindahan
pendekatanakuntansi dari historicalcost
ke fairvalue. Inti masalah yang lebih
mendasaradalah perubahan konsep, paradigma, atau pola pikir, karena dengan
mengadopsi IFRS secara penuh berarti akan terjadi peralihan dari rule base ke principles based dalam sistem akuntansi. Dampak
konvergensi International Financial
Reporting Standards (IFRS) pada sistem akuntansi antara lain; adanya peningkatan
penggunaan nilai wajar (fair value)
terutama untuk properti investasi, beberapa aset tidak berwujud, aset keuangan,
dan aset biologis. Dampak pada sistem akuntansi selanjutnya adalah akan adanya
penggunaan ” judgment” karena karakteristik IFRS yang lebih berbasis prinsip (principle based). Principle based mengandung makna bahwa standar akuntansi tidak
bersifat ketat atau rigid, melainkan hanya memberikan prinsip-prinsip umum
standar akuntansi yang harus diikuti untuk memastikan pencapaian kualitas
informasi tertentu yang relevan, dapat diperbandingkan dan objektif, sedangkan rule based mengandung makna bahwa untuk mencapai
kualitas informasi tertentu yang relevan, dapat diperbandingkan, dan objektif,
standar akuntansi harus bersifat ketat dan rigid. Dampak konvergensi International Financial ReportingStandards
(IFRS) pada sistem akuntansi yang terakhir adalah penggunaan persyaratan
pengungkapan yang akan lebih banyak, baik kualitatif maupun kuantitatif, sejalan
dengan data/informasi yang digunakan untuk pengambilan keputusan perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anis Chariri
dan Sonny Kusuma S. H. 2009. MENGUJI KUALITAS STANDAR AKUNTANSI HASIL ADOPSI
IFRS : STUDI EMPIRIS PADA PSAK NO.55 (REVISI 2006). Simposium Nasional Akuntansi XIII. Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
Armelia Sri W.
S. dan Dr. Ratna W. 2014. Dampak Pengimplementasian IFRS Terhadap Kualitas
Laporan Keuangan di Indonesia : Studi Atas PSAK 30 Tentang Sewa. Universitas
Indonesia
Kustina, Ketut
Tanti. 2012. DAMPAK KONVERGENSI INTERNATIONAL
FINANCIAL REPORTING STANDARDS (IFRS) BAGI PELAPORAN AKUNTANSI PERUSAHAAN DI
INDONESIA. Jurnal Ilmiah Manajemen &
Akuntansi STIE Triatma Mulya. Vol. 17. No.2
Laili,
Yanuarita Rohmatul. 2013. PENGARUH PENERAPAN KONVERGENSI IFRS TERHADAP
PENILAIAN ASET DENGAN MENGGUNAKAN KONSEP
FAIR VALUE. Universitas Negeri Surabaya
Melinda. 2010.
PENGARUH PENERAPAN SAK (KONVERGENSI IFRS) TERHADAP KUALITAS INFORMASI LAPORAN
KEUANGAN. Skripsi. Universitas Negeri
Padang
Mukas, Tommy
Hidayat. 2014. PENGARUH KUALITAS AUDITOR, KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN
KONVERGENSI IFRS TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012)
Patralalita,
Cintantya Wasistha. 2014. DAMPAK ADOPSI IFRS TERHADAP PANJANG LAPORAN KEUANGAN
PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BEI. Skripsi.
Universitas Diponegoro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar