Latar Belakang
Pemerintah
Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan upaya penanganan serius terhadap transaksi
internasional (cross-border transaction) yaitu, transaksi yang dilakukan Wajib Pajak Dalam Negeri
(Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan) atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) di
Indonesia dengan Wajib Pajak Luar Negeri diluar Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan membentuk unit khusus
di Subdirekorat Pemeriksaan Transaksi Khusus, Direktorat
Pemeriksan dan Penagihan, yang salah satu tugas pokok dan fungsinya melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas Wajib
Pajak Grup atau Wajib Pajak yang melakukan transfer pricing terhadap transaksinya dalam satu
grup perusahaan. Selain itu juga, Direktorat Jenderal Pajak membuat kebijakan-kebijakan untuk
memperkuat peraturan pelaksanaannya agar memberikan
kepastian hukum terhadap transaksi transfer pricing dan memberikan pelatihan pelatihan kepada seluruh stafnya khususnya bagi
Fungsional Pemeriksa Pajak,
Penelaah Kebaratan, dan Account Representative. Pemerintah
Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan upaya penanganan
serius terhadap transaksi internasional (cross-border transaction) yaitu,
transaksi yang dilakukan Wajib
Pajak Dalam Negeri (Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan) atau Bentuk Usaha
Tetap (BUT) di Indonesia dengan Wajib Pajak Luar Negeri diluar Indonesia. Hal
tersebut dibuktikan dengan membentuk unit khusus
di Subdirekorat Pemeriksaan Transaksi
Khusus, Direktorat
Pemeriksan dan Penagihan, yang salah satu tugas pokok dan fungsinya melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas Wajib
Pajak Grup atau Wajib Pajak yang melakukan transfer pricing terhadap transaksinya dalam satu
grup perusahaan. Selain itu juga, Direktorat Jenderal Pajak membuat kebijakan-kebijakan untuk
memperkuat peraturan pelaksanaannya agar memberikan
kepastian hukum terhadap transaksi transfer pricing dan memberikan
pelatihanpelatihan kepada
seluruh stafnya khususnya bagi Fungsional Pemeriksa Pajak, Penelaah Kebaratan, dan Account
Representative.
Praktik transfer pricing yang terjadi pada umumnya
sebagai perwujudan untuk melakukan tax avoidance atau tax evasion. Sebagai
contoh nyata yang terjadi di Indonesia, menurut Lukluk Fuadah dalam Jurnal
Keuangan dan Bisnis (Vol. 6, No. 2, Oktober 2008) adanya suatu masalah
transaksi transfer pricing yang dilakukan oleh PT Asian Agri yang merupakan
induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto,
orang terkaya di Indonesia pada 2006 versi majalah forbes. Sehubungan dengan
hal-hal yang telah disampaikan diatas, penulis akan menyajikan suatu
tulisan/penelitian kualitatif yang bersifat eksplorasi studi pustaka dengan
tema penentuan harga transfer (transfer pricing) atas transaksi internasional
(cross-border transaction) dari perspektif Indonesia. Sistematika penulisan
meliputi landasan teori, transaksi hubungan istimewa, prinsip kewajaran dan
kelaziman usaha (arm's length principle), analisis kesebandingan, penentuan harga
transfer (transfer pricing) dan kesimpulan.
UNDANG-UNDANG MENGENAI TRANSFER PRICING
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, diatur bahwa
pengertian Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Penentuan harga transfer (transfer pricing) menyentuh aspek perpajakan sehingga
yang disajikan adalah peraturan-peraturan perpajakan yang terkait dengan
perpajakan internasional (international taxation) seperti halnya dalam
pengertian Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Selain itu,
buku buku perpajakan dan jurnal-jurnal perpajakan yang memuat kajian dan ulasan
tentang perpajakan khususnya perpajakan internasional atau manajemen perpajakan.
Peraturan-peraturan perpajakan yang terkait dengan perpajakan internasional (international
taxation) meliputi:
1.
Ketentuan
Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008, diatur bahwa pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah
negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan
pajak.
2.
Pasal
18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
dan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, diatur
bahwa adanya suatu transaksi yang dikategorikan sebagai transaksi hubungan
istimewa.
3.
Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah
Negara Mitra diatur mengenai Associated Enterprises (Hubungan Istimewa).
4.
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran
dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang
Mempunyai Hubungan Istimewa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini disebut dengan Pendekatan Kualitatif
karena dianalisis melalui beberapa peraturan- peraturan yang berlaku mengenai
Transfer Pricing. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dan studi
hubungan istimewa menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pajak diatur
sebagai berikut:
1.
Undang-undang
Pajak Penghasilan
Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, diatur bahwa hubungan istimewa
dianggap ada apabila:
a.
Wajib
Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25%
(dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan
penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau
lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir.
b.
Wajib
Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di
bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
c.
terdapat
hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus
dan/atau ke samping satu derajat.
Secara
garis besarnya bahwa hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi
karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan:
a.
kepemilikan
atau penyertaan modal; atau
b.
adanya
penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.
Selain
karena hal-hal tersebut, hubungan istimewa di antara Wajib Pajak orang pribadi
dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau perkawinan.
Kepemilikan atau Penyertaan Modal
Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan
kepemilikan yang berupapenyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima persen)
atau lebih secara langsung ataupun tidaklangsung. Misalnya, PT A mempunyai 50%
(lima puluh persen) saham PT B. Pemilikan sahamoleh PT A merupakan penyertaan
langsung. Selanjutnya, apabila PT B mempunyai 50 % (limapuluh persen) saham PT
C, PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsungmempunyai penyertaan
pada PT C sebesar 25% (dua puluh lima persen). Dalam hal demikian,antara PT A,
PT B, dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa. Apabila PT A jugamemiliki
25% (dua puluh lima persen) saham PT D, antara PT B, PT C, dan PT D dianggap terdapat
hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan seperti di atas dapat juga terjadi antara
orang pribadi dan badan.
Adanya Penguasaan Melalui Manajemen
Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat juga terjadi
karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak
terdapat hubungan kepemilikan. Hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau
lebih perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan
di antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang sama tersebut.
Adanya Hubungan Darah Atau Perkawinan
Yang dimaksud dengan "hubungan keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu
derajat" adalah ayah, ibu, dan anak, sedangkan "hubungan keluarga sedarah
dalam garis keturunan ke samping satu derajat" adalah saudara. keturunan
lurus satu derajat" adalah mertua dan anak tiri, sedangkan "hubungan
keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping satu derajat" adalah
ipar. adalah ayah, ibu, dan anak, sedangkan "hubungan keluarga sedarah
dalam garis keturunan ke samping satu derajat" adalah saudara. Yang
dimaksud dengan "keluarga semenda dalam garis rajat" adalah mertua dan anak tiri,
sedangkan "hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping satu
derajat" adalah ipar. Garis keturunan lurus satu derajat" adalah
ayah, ibu, dan anak, sedangkan "hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan ke Yang dimaksud dengan "keluarga semenda dalam garis rajat"
adalah mertua dan anak tiri, sedangkan "hubungan keluarga.
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009, diatur bahwa hubungan istimewa dianggap ada apabila :
a.
Pengusaha
mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung sebesar 25% (dua puluh lima
persen) atau lebih pada Pengusaha lain, atau hubungan antara Pengusaha dengan penyertaan
25% (dua puluh lima persen) atau lebih pada dua pengusaha atau lebih, demikian
pula hubungan antara dua Pengusaha atau lebih yang disebut terakhir; atau
b.
Pengusaha
menguasai Pengusaha lainnya atau dua atau lebih Pengusaha berada di bawah penguasaan.
Penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
c.
Terdapat hubungan keluarga
baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus satu
derajat dan/atau ke samping satu derajat.
Secara
garis besar bahwa hubungan istimewa antara Pengusaha Kena Pajak dengan pihak
yang menerima
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dapat terjadi karena ketergantungan
atau keterkaitan satu dengan yang lain yang disebabkan karena :
a.
faktor kepemilikan atau
penyertaan;
b.
adanya penguasaan melalui
manajemen atau penggunaan teknologi.
Selain
karena hal-hal tersebut di atas, hubungan istimewa di antara orang pribadi
dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau karena perkawinan.
PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA (ARM'S
LENGTH PRINCIPLE)
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (arm's
length principle) merupakan prinsip yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam
transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa
sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara
pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding,
maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau laba
dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa yang menjadi pembanding. Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;
b.
menentukan metode Penentuan Harga
Transfer yang tepat;
c.
menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil Analisis
Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi
yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa; dan
d.
mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba
Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm's Length Principle) mendasarkan pada norma bahwa harga atau laba atas transaksi
yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
ditentukan oleh kekuatan pasar, sehingga transaksi tersebut mencerminkan harga
pasar yang wajar (Fair Market Value).
ANALISIS KESEBANDINGAN
Dalam melakukan Analisis Kesebandingan sesuai dengan
Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
a.
transaksi
yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa
dianggap sebanding dengan transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa dalam hal :
1.
tidak
terdapat perbedaan kondisi yang material atau signifikan yang dapat mempengaruhi harga atau laba dari transaksi
yang diperbandingkan; atau
2.
terdapat perbedaan kondisi, namun dapat
dilakukan penyesuaian untuk menghilangkan
pengaruh yang material atau signifikan dari perbedaan kondisi tersebut terhadap
harga atau laba;
b.
dalam
hal tersedia Data Pembanding Internal dan Data Pembanding Eksternal dengan tingkat
kesebandingan yang sama, maka Wajib Pajak wajib menggunakan Data Pembanding
Internal untuk penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar.
c.
dalam
hal Data Pembanding Internal yang tersedia bersifat insidental, maka Data Pembanding
Internal dimaksud hanya dapat dipergunakan dalam transaksi yang bersifat insidental
antara Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
Data Pembanding Internal adalah data Harga Wajar atau
Laba Wajar dalam transaksi sebanding yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan
pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa. Sedangkan Data Pembanding
Eksternal adalah data Harga Wajar atau Laba Wajar dalam transaksi sebanding
yang dilakukan oleh Wajib Pajak lain dengan pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa. Data Pembanding Internal dan Data Pembanding Eksternal harus memenuhi faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi tingkat kesebandingan. Dalam hal Data Pembanding Internal
telah memenuhi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesebandingan,
maka Data Pembanding Eksternal tidak diperlukan. Data Pembanding Eksternal
dapat diperoleh dari database komersial maupun database lainnya. Wajib Pajak wajib mendokumentasikan
langkah-langkah, kajian, dan hasil kajian dalam melakukan Analisis
Kesebandingan dan penentuan pembanding, penggunaan Data Pembanding Internal
dan/atau Data Pembanding Eksternal serta menyimpan buku, dasar catatan, atau dokumen
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam melaksanakan Analisis Kesebandingan
harus dilakukan analisis atas faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
kesebandingan antara lain:
a.
karakteristik
barang/harta berwujud dan barang/harta tidak berwujud yang diperjualbelikan;
b. fungsi
masing-masing pihak yang melakukan transaksi;
c.
ketentuan-ketentuan dalam kontrak/perjanjian;
d. keadaan
ekonomi; dan
e. strategi usaha.
Wajib Pajak wajib mendokumentasikan langkah-langkah,
kajian, dan hasil kajian atas faktor faktor tersebut dan menyimpan buku, dasar
catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Karakteristik Barang/Harta Berwujud Dan Barang/Harta
Tidak Berwujud
Dalam menilai dan menganalisis karakteristik barang/harta
berwujud dan barang/harta tidak berwujud, harus dilakukan analisis terhadap
jenis barang atau jasa yang diperjualbelikan, dialihkan, atau diserahkan, baik
oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa maupun oleh pihak-pihak yang
tidak mempunyai Hubungan Istimewa. Analisis karakteristik barang berwujud harus
dipertimbangkan antara lain :
a.
ciri-ciri
fisik barang;
b. kualitas
barang;
c. daya tahan barang;
d. tingkat
ketersediaan barang; dan
e. jumlah
penawaran barang.
Analisis karakteristik barang tidak berwujud harus
dipertimbangkan antara lain :
a. jenis
transaksi;
b. jenis barang
tidak berwujud yang diserahkan;
c. jangka waktu
dan tingkat perlindungan yang diberikan; dan
d. potensi manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan
barang tidak berwujud tersebut.
PENENTUAN HARGA TRANSFER (TRANSFER PRICING)
Dalam penentuan metode Harga Wajar atau Laba Wajar wajib
dilakukan kajian untuk menentukan metode Penentuan Harga Transfer (transfer
pricing) yang paling sesuai (The Most Appropiate Method). Metode Penentuan
Harga Transfer (transfer pricing) yang dapat diterapkan adalah :
a.
Metode
Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa (Comparable
Uncontrolled Price/CUP);
b.
Metode
Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM);
c.
Metode
Biaya-Plus (Cost Plus Method);
d.
Metode
Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM); atau
e.
Metode
Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM).
Dalam menerapkan metode Penentuan Harga Transfer yang
paling sesuai wajib
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.
kelebihan
dan kekurangan setiap metode;
b.
kesesuaian
metode Penentuan Harga Transfer dengan sifat dasar transaksi antar pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa, yang ditentukan berdasarkan analisis fungsional;
c.
ketersediaan
informasi yang handal (sehubungan dengan transaksi antar pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa) untuk menerapkan metode yang dipilih dan/atau metode
lain;
d.
tingkat
kesebandingan antara transaksi antar pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan
transaksi antar pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, termasuk kehandalan
penyesuaian yang dilakukan untuk menghilangkan pengaruh yang material dari
perbedaan yang ada.
Wajib Pajak wajib mendokumentasikan kajian yang dilakukan
dan menyimpan buku, dasar catatan, atau
dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Daftar Pustaka
Aritonang,
J.M., Tony Marsyahrul. (2008). Perpajakan Internasional sebagai Materi Studi di
Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo.
Darussalam,
Danny Septriadi. (2008). Konsep dan Aplikasi Cross-Border Transfer Pricing
untuk Tujuan Perpajakan. Jakarta: Danny
Darussalam Tax Center.
Darussalam,
John Hutagaol, Danny Septriadi. (2010). Konsep dan Aplikasi Perpajakan Internasional.
Jakarta: Danny Darussalam Tax Center (PT Dimensi Internasional Tax).
Gunadi.
(2007). Pajak Internasional. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Indonesia.
Hutagaol, J.,
Darussalam, dan Septriady, Danny. (2006). Kapita Selekta Perpajakan. Jakarta:
Penerbit Salemba Empat.
Kurniawan,
Anang Mury. (2011). Pajak Internasional Beserta Contoh Aplikasi. Bogor:
Penerbit Ghalia Indonesia.
Lukluk Fuadah.
(2008). Analisa Transaksi-Transaksi Yang Terjadi Dalam Masalah Transfer Pricing Pada Kasus PT Asian Agri Di
Indonesia. Jurnal Keuangan dan Bisnis. Vol. 6,No. 2, Oktober 2008, Hal.
108-129.
Setiawan,
Deddy Arief. 2010. Penentuan Harga Transfeer Atas Transaksi Intermasional Dari
Perspektif Perpajakan Indonesia.
Suandy, Erly.
(2003). Perencanaan Pajak. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Zakaria, Jaja.
(2005). Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Zain,
Mohammad. (2007). Manajemen Perpajakan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar