Rabu, 24 Juni 2015

Implementasi Harga Transfer Atas Perpajakan Internasional



Latar Belakang
Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan upaya penanganan serius terhadap transaksi internasional (cross-border transaction) yaitu, transaksi yang dilakukan Wajib Pajak Dalam Negeri (Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan) atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia dengan Wajib Pajak Luar Negeri diluar Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan membentuk unit khusus di Subdirekorat Pemeriksaan Transaksi  Khusus, Direktorat Pemeriksan dan Penagihan, yang salah satu tugas pokok dan fungsinya melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas Wajib Pajak Grup atau Wajib Pajak yang melakukan transfer pricing terhadap transaksinya dalam satu grup perusahaan. Selain itu juga, Direktorat Jenderal Pajak membuat kebijakan-kebijakan untuk memperkuat peraturan pelaksanaannya agar memberikan kepastian hukum terhadap transaksi transfer pricing dan memberikan pelatihan pelatihan kepada seluruh stafnya khususnya bagi Fungsional Pemeriksa Pajak, Penelaah Kebaratan, dan Account Representative. Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan upaya  penanganan serius terhadap transaksi internasional (cross-border transaction) yaitu, transaksi yang dilakukan Wajib Pajak Dalam Negeri (Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan) atau Bentuk  Usaha Tetap (BUT) di Indonesia dengan Wajib Pajak Luar Negeri diluar Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan membentuk unit khusus di Subdirekorat Pemeriksaan Transaksi  Khusus, Direktorat Pemeriksan dan Penagihan, yang salah satu tugas pokok dan fungsinya melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas Wajib Pajak Grup atau Wajib Pajak yang melakukan transfer pricing terhadap transaksinya dalam satu grup perusahaan. Selain itu juga, Direktorat Jenderal Pajak membuat kebijakan-kebijakan untuk memperkuat peraturan pelaksanaannya agar memberikan kepastian hukum terhadap transaksi transfer pricing dan memberikan pelatihanpelatihan kepada seluruh stafnya khususnya bagi Fungsional Pemeriksa Pajak, Penelaah Kebaratan, dan Account Representative.       
Praktik transfer pricing yang terjadi pada umumnya sebagai perwujudan untuk melakukan tax avoidance atau tax evasion. Sebagai contoh nyata yang terjadi di Indonesia, menurut Lukluk Fuadah dalam Jurnal Keuangan dan Bisnis (Vol. 6, No. 2, Oktober 2008) adanya suatu masalah transaksi transfer pricing yang dilakukan oleh PT Asian Agri yang merupakan induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto, orang terkaya di Indonesia pada 2006 versi majalah forbes. Sehubungan dengan hal-hal yang telah disampaikan diatas, penulis akan menyajikan suatu tulisan/penelitian kualitatif yang bersifat eksplorasi studi pustaka dengan tema penentuan harga transfer (transfer pricing) atas transaksi internasional (cross-border transaction) dari perspektif Indonesia. Sistematika penulisan meliputi landasan teori, transaksi hubungan istimewa, prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm's length principle), analisis kesebandingan, penentuan harga transfer (transfer pricing) dan kesimpulan.
UNDANG-UNDANG MENGENAI TRANSFER PRICING
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, diatur bahwa pengertian Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan  yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penentuan harga transfer (transfer pricing) menyentuh aspek perpajakan sehingga yang disajikan adalah peraturan-peraturan perpajakan yang terkait dengan perpajakan internasional (international taxation) seperti halnya dalam pengertian Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Selain itu, buku buku perpajakan dan jurnal-jurnal perpajakan yang memuat kajian dan ulasan tentang perpajakan khususnya perpajakan internasional atau manajemen perpajakan. Peraturan-peraturan perpajakan yang terkait dengan perpajakan internasional (international taxation) meliputi:
1.      Ketentuan Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, diatur bahwa pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.
2.      Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, diatur bahwa adanya suatu transaksi yang dikategorikan sebagai transaksi hubungan istimewa.
3.      Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara Mitra diatur mengenai Associated Enterprises (Hubungan Istimewa). 
4.      Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini disebut dengan Pendekatan Kualitatif karena dianalisis melalui beberapa peraturan- peraturan yang berlaku mengenai Transfer Pricing. Teknik pengumpulan data yang   digunakan adalah dokumentasi dan studi hubungan istimewa menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pajak diatur sebagai berikut:
1.      Undang-undang Pajak Penghasilan
Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, diatur bahwa hubungan istimewa dianggap ada apabila:
a.       Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir.
b.      Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
c.       terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Secara garis besarnya bahwa hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan:
a.         kepemilikan atau penyertaan modal; atau
b.         adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.
Selain karena hal-hal tersebut, hubungan istimewa di antara Wajib Pajak orang pribadi dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau perkawinan.
Kepemilikan atau Penyertaan Modal 
Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan yang berupapenyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih secara langsung ataupun tidaklangsung. Misalnya, PT A mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT B. Pemilikan sahamoleh PT A merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya, apabila PT B mempunyai 50 % (limapuluh persen) saham PT C, PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsungmempunyai penyertaan pada PT C sebesar 25% (dua puluh lima persen). Dalam hal demikian,antara PT A, PT B, dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa. Apabila PT A jugamemiliki 25% (dua puluh lima persen) saham PT D, antara PT B, PT C, dan PT D dianggap terdapat hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan seperti di atas dapat juga terjadi antara orang pribadi dan badan.
Adanya Penguasaan Melalui Manajemen
Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak terdapat hubungan kepemilikan. Hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan di antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang sama tersebut.
Adanya Hubungan Darah Atau Perkawinan
Yang dimaksud dengan "hubungan keluarga sedarah dalam  garis keturunan lurus satu derajat" adalah ayah, ibu, dan anak, sedangkan "hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan ke samping satu derajat" adalah saudara. keturunan lurus satu derajat" adalah mertua dan anak tiri, sedangkan "hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping satu derajat" adalah ipar. adalah ayah, ibu, dan anak, sedangkan "hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan ke samping satu derajat" adalah saudara. Yang dimaksud dengan "keluarga semenda dalam garis  rajat" adalah mertua dan anak tiri, sedangkan "hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping satu derajat" adalah ipar. Garis keturunan lurus satu derajat" adalah ayah, ibu, dan anak, sedangkan "hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan ke Yang dimaksud dengan "keluarga semenda dalam garis rajat" adalah mertua dan anak tiri, sedangkan "hubungan keluarga.
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan  atas Barang Mewah
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, diatur bahwa hubungan istimewa dianggap ada apabila :
a.       Pengusaha mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih pada Pengusaha lain, atau hubungan antara Pengusaha dengan penyertaan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih pada dua pengusaha atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Pengusaha atau lebih yang disebut terakhir; atau    
b.      Pengusaha menguasai Pengusaha lainnya atau dua atau lebih Pengusaha berada di bawah penguasaan. Penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
c.       Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat dan/atau ke samping satu derajat.
Secara garis besar bahwa hubungan istimewa antara Pengusaha Kena Pajak dengan pihak yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterkaitan satu dengan yang lain yang disebabkan karena :
a.       faktor kepemilikan atau penyertaan;
b.      adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.
Selain karena hal-hal tersebut di atas, hubungan istimewa di antara orang pribadi dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau karena perkawinan.

PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA (ARM'S LENGTH PRINCIPLE)
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (arm's length principle) merupakan prinsip yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding.  Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;
b.       menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat;
c.       menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; dan
d.      mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm's Length Principle) mendasarkan pada  norma bahwa harga atau laba atas transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa ditentukan oleh kekuatan pasar, sehingga transaksi tersebut mencerminkan harga pasar yang wajar (Fair Market Value).

ANALISIS KESEBANDINGAN
Dalam melakukan Analisis Kesebandingan sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.       transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap sebanding dengan transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam hal :
1.      tidak terdapat perbedaan kondisi yang material atau signifikan yang dapat  mempengaruhi harga atau laba dari transaksi yang diperbandingkan; atau
2.       terdapat perbedaan kondisi, namun dapat dilakukan penyesuaian untuk  menghilangkan pengaruh yang material atau signifikan dari perbedaan kondisi tersebut terhadap harga atau laba;
b.      dalam hal tersedia Data Pembanding Internal dan Data Pembanding Eksternal dengan tingkat kesebandingan yang sama, maka Wajib Pajak wajib menggunakan Data Pembanding Internal untuk penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar.
c.       dalam hal Data Pembanding Internal yang tersedia bersifat insidental, maka Data Pembanding Internal dimaksud hanya dapat dipergunakan dalam transaksi yang bersifat insidental antara Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
Data Pembanding Internal adalah data Harga Wajar atau Laba Wajar dalam transaksi sebanding yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa. Sedangkan Data Pembanding Eksternal adalah data Harga Wajar atau Laba Wajar dalam transaksi sebanding yang dilakukan oleh Wajib Pajak lain dengan pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa. Data Pembanding Internal dan Data Pembanding  Eksternal harus memenuhi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesebandingan. Dalam hal Data Pembanding Internal telah memenuhi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesebandingan, maka Data Pembanding Eksternal tidak diperlukan. Data Pembanding Eksternal dapat diperoleh dari database komersial maupun database lainnya.  Wajib Pajak wajib mendokumentasikan langkah-langkah, kajian, dan hasil kajian dalam melakukan Analisis Kesebandingan dan penentuan pembanding, penggunaan Data Pembanding Internal dan/atau Data Pembanding Eksternal serta menyimpan buku, dasar catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam melaksanakan Analisis Kesebandingan harus dilakukan analisis atas faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesebandingan antara lain:
a.       karakteristik barang/harta berwujud dan barang/harta tidak berwujud yang diperjualbelikan;
b.  fungsi masing-masing pihak yang melakukan transaksi;
c.  ketentuan-ketentuan dalam kontrak/perjanjian;
d.  keadaan ekonomi; dan
e.  strategi usaha.
Wajib Pajak wajib mendokumentasikan langkah-langkah, kajian, dan hasil kajian atas faktor faktor tersebut dan menyimpan buku, dasar catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Karakteristik Barang/Harta Berwujud Dan Barang/Harta Tidak Berwujud
Dalam menilai dan menganalisis karakteristik barang/harta berwujud dan barang/harta tidak berwujud, harus dilakukan analisis terhadap jenis barang atau jasa yang diperjualbelikan, dialihkan, atau diserahkan, baik oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa maupun oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa. Analisis karakteristik barang berwujud harus dipertimbangkan antara lain :
a.       ciri-ciri fisik barang;
b.  kualitas barang;
c.  daya tahan barang;
d.  tingkat ketersediaan barang; dan
e.  jumlah penawaran barang.
Analisis karakteristik barang tidak berwujud harus dipertimbangkan antara lain :
a.  jenis transaksi;
b.  jenis barang tidak berwujud yang diserahkan;
c.  jangka waktu dan tingkat perlindungan yang diberikan; dan
d.  potensi manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan barang tidak berwujud tersebut.
PENENTUAN HARGA TRANSFER (TRANSFER PRICING)
Dalam penentuan metode Harga Wajar atau Laba Wajar wajib dilakukan kajian untuk menentukan metode Penentuan Harga Transfer (transfer pricing) yang paling sesuai (The Most Appropiate Method). Metode Penentuan Harga Transfer (transfer pricing) yang dapat diterapkan adalah :
a.       Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP);
b.      Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM);
c.       Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method);
d.      Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM); atau
e.       Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM).
Dalam menerapkan metode Penentuan Harga Transfer yang paling sesuai wajib
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.       kelebihan dan kekurangan setiap metode;
b.      kesesuaian metode Penentuan Harga Transfer dengan sifat dasar transaksi antar pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, yang ditentukan berdasarkan analisis fungsional;
c.       ketersediaan informasi yang handal (sehubungan dengan transaksi antar pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa) untuk menerapkan metode yang dipilih dan/atau metode lain;
d.      tingkat kesebandingan antara transaksi antar pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi antar pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, termasuk kehandalan penyesuaian yang dilakukan untuk menghilangkan pengaruh yang material dari perbedaan yang ada.
Wajib Pajak wajib mendokumentasikan kajian yang dilakukan dan menyimpan buku,  dasar catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.




Daftar Pustaka
Aritonang, J.M., Tony Marsyahrul. (2008). Perpajakan Internasional sebagai Materi Studi di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo.
Darussalam, Danny Septriadi. (2008). Konsep dan Aplikasi Cross-Border Transfer Pricing untuk  Tujuan Perpajakan. Jakarta: Danny Darussalam Tax Center.
Darussalam, John Hutagaol, Danny Septriadi. (2010). Konsep dan Aplikasi Perpajakan Internasional. Jakarta: Danny Darussalam Tax Center (PT Dimensi Internasional Tax).
Gunadi. (2007). Pajak Internasional. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia.
Hutagaol, J., Darussalam, dan Septriady, Danny. (2006). Kapita Selekta Perpajakan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Kurniawan, Anang Mury. (2011). Pajak Internasional Beserta Contoh Aplikasi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Lukluk Fuadah. (2008). Analisa Transaksi-Transaksi Yang Terjadi Dalam Masalah Transfer  Pricing Pada Kasus PT Asian Agri Di Indonesia. Jurnal Keuangan dan Bisnis. Vol. 6,No. 2, Oktober 2008, Hal. 108-129.  
Setiawan, Deddy Arief. 2010. Penentuan Harga Transfeer Atas Transaksi Intermasional Dari Perspektif Perpajakan Indonesia.
Suandy, Erly. (2003). Perencanaan Pajak. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Zakaria, Jaja. (2005). Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Zain, Mohammad. (2007). Manajemen Perpajakan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar